BUKU SEJARAH
:
PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
DARI CATATAN
SINGKAT PERJALANAN HIDUP :
KRAT
H.Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, SE
NAMA : JANATUN NAIM
ALAMAT : DS.LALANG LUAS,V KOTO,MUKOMUKO,BENGKULU
A.
MASA PERINTISAN (Tahun 1922 – Tahun
1952)
Ø Tahun
1922
Cikal bakal Setia Hati Terate
adalah Setia Hati Pemuda Sport Club (SHPSC), perguruan pencak silat yang
didirikan oleh Bapak Hardjo Oetomo, warga Desa Pilangbango, Kecamatan
Kartoharjo, Kota Madiun, pada tahun 1922. Beliau merupakan murid
dari Ki Ngabehi Soerodiwirjo, pendiri aliran pencak silat Setia Hati (SH –
lebih dikenal dengan nama SH Winongo), yang berpusat di Desa Winongo, Kecamatan
Manguharjo, Kota Madiun.Desa Pilangbango pada era pemerintahan Kolonial Belanda
merupakan sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Wungu, Madiun (sekarang
Desa Pilangbango berubah status menjadi kelurahan, masuk wilayah Kecamatan
Kartoharjo, Kota Madiun).Pada awal perintisan, SH PSC hanya berupa tempat
latihan pencak silat yang diikuti oleh sejumlah pemuda dan teman seperjuangan
Pak Hardjo Oetomo. Berbekal ilmu pencak silat Djojo Gendilo Ciptomuljo, ciptaan
Ki Ngabehi saat beliau berguru di SH Winogo, beliau mengumpulkan pemuda setempat
untuk digembleng ilmu kanuragan.Dokumen yang dimiliki KRAT H. Tarmadji Boedi
Harsono Adinagoro,SE, Ketua Umum Setia Hati Terate Pusat Madiun, menyebutkan,
latihan pencak yang digelar Pak Hardjo Oetomo saat itu, secara implisit
diformat sebagai ajang pembekalan (basis) pemuda untuk melawan penjajahan
Belanda.Jiwa patriotisme yang berada di dalam dada beliau tidak rela tanah air
tercinta dijajah bangsa lain.
Demi memenuhi dharma bhakti
kepada bumi pertiwi, setelah
membuka tempat latihan di Pilangbango, beliau juga membuka tempat letihan
pencak silat di daerah lain, seperti Loceret-Nganjuk, Pare-Kediri dan beberapa
kota lain di Jatim.Kajian data hasil penelusuran yang besumber dari catatan
pribadi (buku harian) yang ditulis sendiri oleh Bapak Hardjo Oetomo, juga
menyebutkan, beliau membuka latihan pencak silat dengan niat mulia. Yakni,
mengembangkan ilmu pencak SH ke masyarakat kecil (rakyat jelata) dan para
pejuang perintis kemerdekaan. Sebelumnya, ada kecenderungan ilmu pencak SH
diajarkan kepada kaum bangsawan. Sebut misalnya, kerabat Bupati, Wedana, Mantri
Polisi dan masyarakat bedarah biru atau kaum bangsawan. Dalam stratafikasi
sosial masyarakat Jawa, komunitas kaum bangsawan ini biasanya memakai gelar
Raden (R) di depan namanya. Misalnya, Raden Mas (RM), Raden Ajeng (RA), Raden
Bagus (RB), atau juga Kanjeng Raden Arya Tumenggung (KRAT). Sejumlah dokumen
menyebutkan, terdapat beberapa alasan mendasar yang memantik niat Ki Hadjar
Hardjo Oetomo membuka latihan dan mendirikan perguruan pencak silat “baru”. Yakni, terjadi silang pendapat
cukup prinsip antara beliau dengan Ki Ngabehi Soerodiwirjo. Selain alasan tersebut di atas, Hardjo Oetomo
tidak sependapat jika ilmu SH diajarkan kepada anak anak Belanda. Sebab hal itu
bertentangan dengan prinsip beliau, yang ingin menjadikan pencak silat, sebagai
basis pelatihan pemuda dalam rangka menyusun kekuatan melawan penjajah. Ditengarai, lantaran
keberanian Hardjo Oetomo membuka tempat latihan baru ini, beliau dan siswanya
sempat diolok-olok sebagai kelompok “SH Murtad”. Artinya tidak setia atau
ingkar.
Ø Tahun 1924
Bapak Hardjo Oetomo baru memberi
nama latihan pencak silat yang didirikan itu pada tahun 1924, dengan nama Setia
Hati Pemuda Sport Club. Nama itu disingkat oleh beliau sendiri dengan singkatan
SH PSC. Itu setelah beliau bertemu dan berdiskusi dengan Amin Kuseri, seorang
guru SR (sekolah rakjat) di Pare, Kediri. Di tempat ini, beliau juga sempat
membuka tempat latihan. Dalam buku hariannya itu, beliau menandaskan, sekalipun
pemberian nama perguruan pencak silat SH PSC terjadi di Pare, Kediri, pusatnya tetap
berada di Pilangbango, Madiun, kediaman beliau. Tradisi komunikasi sosial yang
dikembangkan di awal berdirinya SH PSC adalah “paguron” (perguruan pencak
silat), dengan sistem kepemimpinan paternalisme (pola kepemimpinan yang
menempatkan sosok patron (tokoh) atau guru berada pada posisi puncak atau pucuk
pimpinan. Selain dijadikan ajang olah kanuragan, SH PSC secara implisit
diformat menjadi basis pelatihan dan pendadaran pemuda dalam pergerakan
menentang penjajahan Belanda. Karenanya, meski baru seusia jagung, SH PSC
diawasi ketat oleh Pemerintah Kolonial Belanda.Catatan singkat sejarah
perjuangan Hardjo Oetomo, yang ditulis oleh istri beliau, Ibu. Inem Hardjo
Oetomo, disebutkan, pada tahun 1924, beliau ditangkap Belanda karena melakukan
gerakan menentang Pemerintah Kolonial Belanda di Madiun dan dihukum selama 3
(tiga bulan). Hukuman itu dijalankan di Talang, Djember (Jember).
Ø Tahun 1925
Pak Hardjo Oetomo ditangkap lagi
dan dipenjara selama 6 bulan. Istri beliau, saat itu juga ikut ditangkap dan di
bawa ke Bereau Velpolitie. Tapi dipulangkan lagi setelah menjalani interograsi
dan menandatangani berkas perkara pemeriksaan. Selang tiga bulan
berada di penjara Pemerintah Kolonial Belanda, beliau dipanggil dan dibawa ke
pengadilan (landraad) Belanda dengan tuduhan merencanakan aksi pemogokan dan
menentang kebijakan peperintah kolonial di dalam penjara. Sidang mejelis hakim
Pemerintah Kolonial Belanda memutuskan, Pak Hardjo Oetomo divonis hukuman
penjara selama 5 tahun. Vonis penjara 5 (lima) tahun itu dijalankan setelah
Bapak Hardjo Oetomo menyelesaikan masa hukuman enam bulan di Talang, Jember.
Berdasarkan putusan itu pula beliau dipindahkan dari penjara Talang, Jember ke
penjara Tjipinang (Cipinang). Dua tahun berada di dalam penjara Cipinang, Bapak
Hardjo Oetmo, kembali melakukan gerakan melawan kebijakan penjajah. Karenanya, Pemerintah
Kolonial Belanda mengambil langkah mengasingkan beliau ke penjara Padang
Panjang (Sumatera). Catatan itu juga menyebutkan, beliau sebenarnya sudah masuk
dalam deretan nama-nama pejuang Perintis Kemerdekaan RI yang akan dibuang ke
Boven Digul. Tapi hukuman itu urung dijalankan karena dia sudah menjalani
hukuman selama 3 tahun di penjara Padang Pandjang. Catatan ringkas perjalanan
SH Terate yang dibuat oleh Bapak Darsono Hardjendro (wakil ketua SH Terate di
tahun 1948), menyebutkan, sekembali dari penjara Padang Pandjang, kehidupan Pak
Hardjo Oetomo cukup menderita. Untuk menopang kehidupan rumah tangga, beliau
sempat berganti-ganti berprofesi. Antara lain, menjadi mandor pabrik tenun,
pukrul (pengacara). Bahkan pernah menjadi wartawan dan menerbitkan media masa
(surat kabar atau koran). Surat kabar yang didirikan Hardjo Oetomo berbentuk
mingguan (tabloid) yang diberi nama “KEINSYAFAN RAKJAT”. Di media ini belaiau
menjabat sebagai Pemimpin Redaksi. Tapi tidak lama kemudian, Mingguan
KEINSYAFAN RAKYAT diberedel (dilarang terbit) oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Alasannya, media itu dijadikan alat propaganda pergerakan menentang penjajahan
di tanah air tercinta. Setelah upaya pemberedelan tabloid tersebut, gerak gerik
Pak Hardjo Oetomo terus diawasi. Bahkan, untuk memperketat pengawasan,
Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan pos penjagaan di depan rumah beliau di
Pilangbango. Mamasuki tahun 1938, kondisi phisik Pak Hardjo Oetomo mulai
menurun. Dia menderita sakit stroke dan separo badannya tak bisa digerakkan.
Karena keterbatasan itu, kegiatan SH PSC diamanatkan kepada sejumlah siswanya.
Konsep kepemimpinan kolektif kolegial atau team work mulai dikembangkan, guna
mengisi kevacuman posisi tampuk pimpinan.
Ø Tahun 1942
Pada masa pendudukan Jepang,
tahun 1942, SH PSC berganti nama menjadi Setia Hati Terate (SH Terate). Nama
ini merupakan usulan Soeratno Sorengpati, tokoh perintis kemerdekaan dari
Indonesia Muda, salah satu siswa SH Terate saat itu. Salah satu alasan yang
mendasari pergantian nama itu, antara lain, agar SH PSC tidak lagi dicap
sebagai pemberontak seperti pada zaman penjajahan Belanda.Sekalipun sudah
berubah nama menjadi SH Terate, konsep komunikasi yang dikembangkan di kalangan
warga SH Terate, pada era ini, masih tetap memakai konsep “paguron” (perguruan)
pencak silat. Hirarki kepemimpinan masih dipegang guru, dalam hal ini Pak
Hardjo Oetomo.
Ø Tahun 1948
Atas izin Pak Hardjo Oetomo, pada
bulan Juli 1948, digelar konferensi (musyawarah antar warga SH Terate) di
kediaman beliau di Pilangbango, Madiun. Sejumlah murid beliau mulai tampil ke
depan. Sebut, misalnya, Bapak Soetomo Mangkoedjojo, Bapak Darsono, Bapak
Soemadji, Badini dan Irsad. Saat ini beliau dalam kondisi sakit. Separo
badannya tak bisa digerakkan. Temu
kadang tersebut melahirkan mufakat, bahwa kegiatan SH Terate harus tetap
berjalan dan berkembang. Karena beliau sudah tidak bisa melakukan aktivitas,
kegiatan latihan pencak silat mulai diamanatkan kepada murid muridnya. Kemudian, digagas
perubahan sistem komunikasi di tubuh SH Terate. Yakni, dari sistem perguruan
pencak silat ke sistem organisasi persaudaraan.
Ø tahun
1950
Ki Hadjar Hardjo Oetomo, mendapat
pengakuan danpenghargaan dari pemerintah Ri sebagai Pahlawan Perintis
Kemerdekaan RI. Penghargaan
ini diberikan atas jasa beliau berjuang melawan Belanda.
Ø Tahun 1952
Pada tanggal 12 April 1952 Ki
Hadjar Hardjo Oetomo wafat dan jenazahnya dimakamkan di tempat pemakaman umum
(TPU) Kelurahan Pilangbango, Madiun.Ki Hadjar Hardjo Oetomo meninggalkan
seorang istri, Ny. Inem dan dua orang putra yang diberi nama Harsono dan
Harsini. Baik istri maupun putra beliau, Harsono, saat buku ini disusun Th
2013, sudah wafat. Jenazah Harsono, putra Ki Hadjar dimakamkan di lokasi
pemakaman yang sama.
Keberadaan Pak Hardjo Oetomo sebagai pendiri, sekaligus pelatih atau guru pencak silat, menduduki posisi patron. Karena posisinya ini, beliau cukup disegani dan dihormati, murid-muridnya. Penghormatan itu kemudian diwujudkan dengan penghargaan, berupa julukan (gelar) “Ki Hadjar” (diambil dari akar kata dalam bhs Jawa: “ajar” yang artinya pelatih atau pendidik, pengajar.). Dalam perkembangannya, nama pendiri SH Terate disebut lengkap dengan gelarnya. Yaitu, Ki Hadjar Hardjo Oetomo.
Keberadaan Pak Hardjo Oetomo sebagai pendiri, sekaligus pelatih atau guru pencak silat, menduduki posisi patron. Karena posisinya ini, beliau cukup disegani dan dihormati, murid-muridnya. Penghormatan itu kemudian diwujudkan dengan penghargaan, berupa julukan (gelar) “Ki Hadjar” (diambil dari akar kata dalam bhs Jawa: “ajar” yang artinya pelatih atau pendidik, pengajar.). Dalam perkembangannya, nama pendiri SH Terate disebut lengkap dengan gelarnya. Yaitu, Ki Hadjar Hardjo Oetomo.
B.
MASA TRANSISI (Tahun 1953 – Tahun 1980)
Ø Tahun 1953
Pasca wafatnya Ki
Hadjar Hardjo Oetomo, kegiatan SH Terate diteruskan para siswanya. Jumlah
anggota yang ikut bergabung, satu demi satu mulai bertambah searah perjalanan
waktu. Era kemerdekaan bergulir pelan tapi pasti dan kegiatan SH Terate
yang pada masa kolonial diawasi dan dibatasi, ikut merdeka. Ruang gerak warga
masyarakat dalam mengembangkan kreativitas, terbuka lebar. Belenggu
kolonialisme tak lagi ada, berganti era harapan baru untuk berjuang demi
mengisi kemerdekaan.
Sejalan dengan itu, mulai muncul pemikiran tentang format penataan program kegiatan. Posisi “guru” atau pemimpin SH Terate yang vakum setelah Ki Hadjar Hardjo Oetomo wafat, sudah selayaknya diisi. Gagasan perubahan sistem komunikasi di tubuh SH Terate yang pernah dibicarakan dalam konferensi di Pilangbango pada tahun 1948, semakin mengerucut. Puncaknya pada tanggal 13 September 1953, dengan digelarnya konferensi SH Terate Jl. Diponegoro No.45 Madiun, kediaman Bapak Soetomo Mangkoedjojo.
Sejalan dengan itu, mulai muncul pemikiran tentang format penataan program kegiatan. Posisi “guru” atau pemimpin SH Terate yang vakum setelah Ki Hadjar Hardjo Oetomo wafat, sudah selayaknya diisi. Gagasan perubahan sistem komunikasi di tubuh SH Terate yang pernah dibicarakan dalam konferensi di Pilangbango pada tahun 1948, semakin mengerucut. Puncaknya pada tanggal 13 September 1953, dengan digelarnya konferensi SH Terate Jl. Diponegoro No.45 Madiun, kediaman Bapak Soetomo Mangkoedjojo.
Konferensi SH Terate saat itu
menelorkan sejumlah keputusan penting, antara lain:
- Menyusun Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) SH Terate yang pertama.
- Mengangkat Bapak Soetomo Mangkoedjojo sebagai Ketua SH Terate Pusat.
- Untuk menghargai jasa Hardjo Oetomo yang telah berjuang mendirikan perguruan pencak silat ini, SH Terate memberikan gelar kehormatan kepada beliau dengan Ki Hadjar.
- Istri beliau, Ibu Inem Hardjo Oetomo diposisikan sebagai Ibu SH Terate.
- Sementara itu, untuk lebih mengefektifkan program latihan pencak SH Terate, Bapak Santoso dan Pak Badini diangkat sebagai pelatih.
Mengapa langkah pembaharuan itu
ditempuh? Alasannya, pertama agar SH Terate mampu mensejajarkan kiprahnya
dengan perubahan zaman dan pergeseran nilai-nilai komunitas yang melingkupinya.
Dengan adanya perubahan system komunikasi di tubuh SH Terate dari “paguron”
atau “perguruan” menjadi organisasi yang bertumpu pada “sistem persaudaraan”,
berarti gaung pembaharuan telah diluncurkan dan proses perubahan telah digelar.
Yakni perubahan roh organisasi dari sistem tradisional ke sistem organisasi
modern. Dengan konsep ini, kelak SH Terate diharapkan mampu menjawab tantangan
kehidupan yang semakin kompleks.
Alasan kedua; agar SH Terate tidak dikuasai dan bergantung pada orang-perorang, sehingga kelangsungan hidup organisasi dan kelestariannya lebih terjamin. Meski roh organisasi sudah bergeser dari perguruan pencak silat berubah jadi organisasi persaudaraan, namun dalam konsepsi keilmuan (idealisme), tradisi paguron masih tetap dipertahankan. Ini mengingat bahwa SH Terate lahir dari akar budaya pencak silat yang tetap ngugemi prinsip prinsip patrialisme.
Lain kata, konsepsi demokratisasi lebih dikedepankan dalam penataan organisasi. Sementara dalam prosesi pewarisan keilmuan, tradisi paguron atau perguruan pencak silat masih dipegang teguh oleh tokoh tokoh SH Terate. Dan ini, harus diakui, terus dipertahankan turun temurun, hingga era kepemimpinan RM Imam Kesoepangat dan era kepemimpinan KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE. Sebab berdasarkan kajian empiris, tradisi paguron ini justru merupakan roh yang memberikan kekuatan nilai nilai persaudaraan dan kesetia-hatian (ke-SH-an).
Terpilihnya Bapak Soetomo Mangkoedjojo sebagai Ketua Pusat SH Terate pada periode ini, merupakan pilihan yang tepat. Pak Tomo dikenal sebagai tokoh yang cukup arif dan bijaksana. Sosoknya tinggi, tegap dan penampilannya berwibawa. Beliau juga setia dan tegas dalam mengambil keputusan serta teguh dalam memegang prinsip. Satu lagi, pandangannya cukup luas dan terbuka. Beberapa sumber yang berhasil ditemui menuturkan, di balik sosok tinggi dan tegap yang dimiliki beliau, tersembunyi kesantunan kepada sesama.
Pitutur Luhur Soetomo Mangkoedjojo: Wong SH Terate kuwi, yen ana sedulure teka, mbuh bengi mbuh awan, bukakna lawang sing amba.Sebab tekane sedulurmu iku mau, jalaran saka tresna dan mesti ana wigati. (Warga SH Terate itu, jika ada saudaranya datang, entah itu siang entah malam, bukakan pintu lebar lebar.Sebab kehadiran saudaramu itu karena dorongan rasa cinta, dan kehadirannya pasti membawa berkah).
Nasihat ini disampaikan langsung oleh Soetomo Mangkoedjojo kepada Mas Tarmadji, saat beliau bertamu malam hari ke rumah Mas Tarmadji.
Alasan kedua; agar SH Terate tidak dikuasai dan bergantung pada orang-perorang, sehingga kelangsungan hidup organisasi dan kelestariannya lebih terjamin. Meski roh organisasi sudah bergeser dari perguruan pencak silat berubah jadi organisasi persaudaraan, namun dalam konsepsi keilmuan (idealisme), tradisi paguron masih tetap dipertahankan. Ini mengingat bahwa SH Terate lahir dari akar budaya pencak silat yang tetap ngugemi prinsip prinsip patrialisme.
Lain kata, konsepsi demokratisasi lebih dikedepankan dalam penataan organisasi. Sementara dalam prosesi pewarisan keilmuan, tradisi paguron atau perguruan pencak silat masih dipegang teguh oleh tokoh tokoh SH Terate. Dan ini, harus diakui, terus dipertahankan turun temurun, hingga era kepemimpinan RM Imam Kesoepangat dan era kepemimpinan KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE. Sebab berdasarkan kajian empiris, tradisi paguron ini justru merupakan roh yang memberikan kekuatan nilai nilai persaudaraan dan kesetia-hatian (ke-SH-an).
Terpilihnya Bapak Soetomo Mangkoedjojo sebagai Ketua Pusat SH Terate pada periode ini, merupakan pilihan yang tepat. Pak Tomo dikenal sebagai tokoh yang cukup arif dan bijaksana. Sosoknya tinggi, tegap dan penampilannya berwibawa. Beliau juga setia dan tegas dalam mengambil keputusan serta teguh dalam memegang prinsip. Satu lagi, pandangannya cukup luas dan terbuka. Beberapa sumber yang berhasil ditemui menuturkan, di balik sosok tinggi dan tegap yang dimiliki beliau, tersembunyi kesantunan kepada sesama.
Pitutur Luhur Soetomo Mangkoedjojo: Wong SH Terate kuwi, yen ana sedulure teka, mbuh bengi mbuh awan, bukakna lawang sing amba.Sebab tekane sedulurmu iku mau, jalaran saka tresna dan mesti ana wigati. (Warga SH Terate itu, jika ada saudaranya datang, entah itu siang entah malam, bukakan pintu lebar lebar.Sebab kehadiran saudaramu itu karena dorongan rasa cinta, dan kehadirannya pasti membawa berkah).
Nasihat ini disampaikan langsung oleh Soetomo Mangkoedjojo kepada Mas Tarmadji, saat beliau bertamu malam hari ke rumah Mas Tarmadji.
Ø Tahun 1956
Dalam tahun 1956,
karena Bapak Soetomo Mangkoedjojo pindah tugas dari BRI Cabang Madiun ke BRI
Surabaya (Kaliasin), jabatan Ketua SH Terate digantikan Pak Irsyad. Sedangkan
jabatan sekretaris dipegang Pak Soedarsono.
Pak Irsyad dikenal sebagai pendekar yang menguasai teknik beladiri cukup matang. Pada era kepemimpinan beliau ini, dilakukan penggalian teknik dan akurasi gerakan pencak silat. Beberapa gerakan jurus SH dicermati dan dikaji ulang. Gerakan, terutama pada serangan yang menurut keyakinannya lemah, dicoba untuk lebih diakurasikan.
Pendalaman, penelitian dan kajian yang dilakukan Pak Irsyad ini, melahirkan sejumlah gerakan teknik yang kemudian dipakai untuk mengakurasikan beberapa gerakan jurus di SH Terate.
Pada saat Pak Irsad menjadi ketua pusat, setelah beliau melakukan uji materi dan pendalaman akurasi jurus, lahir sejumlah temuan :
Pak Irsyad dikenal sebagai pendekar yang menguasai teknik beladiri cukup matang. Pada era kepemimpinan beliau ini, dilakukan penggalian teknik dan akurasi gerakan pencak silat. Beberapa gerakan jurus SH dicermati dan dikaji ulang. Gerakan, terutama pada serangan yang menurut keyakinannya lemah, dicoba untuk lebih diakurasikan.
Pendalaman, penelitian dan kajian yang dilakukan Pak Irsyad ini, melahirkan sejumlah gerakan teknik yang kemudian dipakai untuk mengakurasikan beberapa gerakan jurus di SH Terate.
Pada saat Pak Irsad menjadi ketua pusat, setelah beliau melakukan uji materi dan pendalaman akurasi jurus, lahir sejumlah temuan :
- Beberapa gerakan jurus, sebut misalnya, Jurus 1 sampai dengan Jurus 4, diakurasikan. Terutama pada gerakan serangan. Sebelumnya pukulan pada Jurus 1 adalah Mbandul, diakurasikan menjadi menohok. Kemudian gerak colok yang semula hanya dengan dua jari, diakurasikan dengan lima jari yang dirapatkan hingga makin bertenaga. Gerakan jurus lain yang disempurnakan adalah jurus delapan. Yaitu dengan perubahan pasangan nangkis dan tendangan dua kali.
- Sementara untuk mendasari gerakan siswa SH Terate, Pak Irsyad menciptakan gerakan senam dari senam 1 (satu) hingga senam 90 (sembilan puluh).
- Pada era kepemimpinan Pak Irsyad ini juga lahir keputusan penting lainnya. Yakni, penciptaan Kode Pendekar SH Terate. Beliau sendiri yang menciptakan. Salah satu alasan penciptaan Kode Pendekar, karena jumlah warga SH Terate saat itu sudah mulai banyak, sehingga di antara warga mulai tidak saling mengenal karena beda tempat latihan dan pengesahan.
Dengan Kode Pendekar SH Terate ini,
seorang warga bisa melakukan deteksi secara akurat, apakah orang yang baru
dikenal itu warga SH Terate atau bukan. Sambil berbasa basi, misalnya, dia
secara diam diam memberikan Kode Pendekar SH Terate kepada orang yang baru
dikenalnya. Jika kode itu dijawab dengan tepat, berarti orang yang baru
dikenalnya itu warga SH Terate. Sudah barang tentu, karena bertemu saudara
seperguruan, kedua orang yang baru saling mengenal itupun berangkulan. Menyatu
dalam rasa, seakan tak ada lagi sekat diantara mereka.
Selain itu, Kode
Pendekar SH Terate juga bisa digunakan untuk mendeteksi, apakah seseorang yang
mengaku sebagai warga SH Terate, benar benar warga atau bukan (warga awu awu
alias bohong).
Kode Pendekar SH Terate yang diciptakan Pak Irsyad tersebut sampai sekarang masih digunakan dan diberikan kepada anggota SH Terate yang sudah disyahkan menjadi warga.
Kode Pendekar SH Terate yang diciptakan Pak Irsyad tersebut sampai sekarang masih digunakan dan diberikan kepada anggota SH Terate yang sudah disyahkan menjadi warga.
Penciptaan senam dan
penyempurnaan jurus ini juga diyakini agar SH Terate tidak lagi diperolok
sebagai “SH Murtad” oleh sekelompok orang yang merasa memiliki atau merasa sebagai
ahli waris (trah) SH yang didirikan Ki Ngabehi Soerodiwirjo.
Salah seorang murid Pak Irsyad yang langsung menerima pelajaran senam 1 (satu) sampai dengan 90 (sembilan puluh) dan pendalaman akurasi jurus, adalah RM Imam Koesoepangat.
Salah seorang murid Pak Irsyad yang langsung menerima pelajaran senam 1 (satu) sampai dengan 90 (sembilan puluh) dan pendalaman akurasi jurus, adalah RM Imam Koesoepangat.
RM Imam Koesoepangat,
lebih akrab dengan panggilan Mas Imam, mulai latihan SH Terate tahun 1953.
Selama tiga tahun beliau berlatih di bawah asuhan langsung Pak Irsyad. Boleh
dibilang, pendalaman teknik dan akurasi jurus serta senam yang dilakukan pada
era kepemimpian beliau diajarkan kepada Mas Imam. Mas Imam disyahkan penjadi
Pendekar SH Terate pada tahun 1958.
Dalam perkembangannya, anak didik langsung Pak Irsyad yang satu ini, muncul sebagai tokoh yang cukup diperhitungkan.
Dalam perkembangannya, anak didik langsung Pak Irsyad yang satu ini, muncul sebagai tokoh yang cukup diperhitungkan.
Ø Tahun 1959
Tahun 1959, Mas Imam,
panggilan akrab RM Imam Koesoepangat, mulai melatih. Mas Tarmadji (sekarang
Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun) adalah anak didik langsung RM Imam
Koesoepangat. Menurut penuturan Mas Tarmadji, beliau adalah sosok pendekar yang
santun dan berwibawa. Jika melatih di depan siswanya, beliau cukup tegas, keras
dan disiplin. Ucapan dan perilakunya konsisten. Jika bilang A maka yang beliau
lakukan juga A.
Selama Mas Madji
(panggilan akrab Tarmadji) dilatih beliau, senam dan jurus yang diajarkan
beliau adalah senam dan jurus yang sampai sekarang diajarkan kepada siswa SH
Terate. Sejak saat itu pula, gerakan yang diberikan kepada siswa SH Terate
adalah gerakan senam dan jurus yang diberikan Pak Irsyad kepada Mas Imam, dan
diturunkan kepada siswa beliau.
Dalam
perkembangannya, senam dan akurasi jurus pada era Pak Irsyad ini yang akhirnya
dijadikan gerakan baku pencak silat SH Terate.
Ø Tahun 1960
Pada kisaran tahun
1960 Pak Irsyad mengakhiri masa jabatan sebagai Ketua SH Terate dan pindah
tempat tinggal ke Bandung. Sebagai gantinya, Bapak Santoso, diangkat sebagai
Ketua Pusat SH Terate.
Kesaksian Mas Madji,
pada tahun 1961 beliau sempat datang ke tempat Bapak Santoso. Saat itu digelar
acara pengesahan warga baru. Pak Santoso saat itu menjabat sebagai Ketua SH
Terate. Pada pereode ini, sekalipun tetap ada pengesahan warga baru, namun
jumlahnya relativ kecil.
Ø Tahun 1961
Mas Tarmadji
berpasangan dengan Abdullah Koesnowidjojo mengikuti pertandingan pencak silat
seni dan keluar sebagai juara I se Jawa Timur untuk kategori kanak kanak. Prestasi
ini kembali diraih pada tahun 1963, untuk kategori remaja.
Ø tahun 1963
untuk pertamakalinya
dikumandangkan Mars SH Terate pada acara Pagelaran Seni Budaya di Gedung
Bioskop Basuki Jl. Sulawesi (sekarang Tegel Dewasa). Syair Mars SH Terate
digubah oleh RM. Imam Koesoepangat, sedangkan arensemennya dikerjakan Ady
Yasco.
Saat itu Mas Imam berpesan: Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia, pemersatu bangsa Indonesia. Kalau Pancasila dirubah, Mas Imam mengaku tidak rela dan akan mempertahankan bersama sama dengan pendekar SH Terate.
Saat itu Mas Imam berpesan: Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia, pemersatu bangsa Indonesia. Kalau Pancasila dirubah, Mas Imam mengaku tidak rela dan akan mempertahankan bersama sama dengan pendekar SH Terate.
Ø Tahun 1963
RM Imam Koesoepangat berhasil
mengesahkan anak didik pertama. Yakni, Tarmadji (sekartang menjabat sebagai
Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun), Abdullah Koesno Widjojo, Soediro, Bibit
Soekadi, Soedarso, Soedibyo, Soemarsono dan Bambang Tunggul Wulung. Dari
kedelapan anak didik pertama Mas Imam ini, hingga buku ini ditulis tahun 2013,
yang masih hidup tinggal dua orang. Mereka adalah, Tarmadji dan Soedibyo
(tinggal di Jakarta).
Perlu ditegaskan
lagi, Mas Tarmadji adalah anak didik langsung Mas Imam. Sejak latihan dan
disyahkan, pelajaran pencak silat yang diterima dari Mas Imam saat itu adalah
pelajaran pencak yang sudah disempurnakan pada era Pak Irsad. Yakni, senam 1
(satu) sampai dengan 90 (Sembilan puluh). Jurus yang sudah disempurnakan,
pasangan, kemudian sambung persaudaraan.
Maknanya, sejak Mas Imam melatih, hingga beliau memimpin SH Terate, yang diajarkan beliau adalah senam dan jurus baru. Sedangkan jurus lama tidak lagi digunakan. Sebab, seperti yang dipesankan Mas Imam kepada Mas Madji, jurus Djoyo Gendilo Ciptomulyo itu miliknya SH Winongo.
Maknanya, sejak Mas Imam melatih, hingga beliau memimpin SH Terate, yang diajarkan beliau adalah senam dan jurus baru. Sedangkan jurus lama tidak lagi digunakan. Sebab, seperti yang dipesankan Mas Imam kepada Mas Madji, jurus Djoyo Gendilo Ciptomulyo itu miliknya SH Winongo.
Di sela sela
pelajaran itu diberikan permainan kripen, permainan toya. Terakhir dididik
kerokhanian atau kebatinan. Istilahnya ilmu “kang aweh reseping ati “(ketenangan batin).
Kemudian berkembang lagi ada pelajaran osdower. Sementara itu, bagi saudara
saudara kadang SH Terate yang mempelajari ilmu kebatinan dan kanuragaan,
ibaratnya ngelmu amrih dibacok ora tedas (mempelajari ilmu kekebalan), ditembak
lakak lakak (ditembak malah tertawa), tidak pernah dipermasalahkan, dengan
catatan, ilmu yang dipelajari itu dipergunakan hanya untuk pengayaan keilmuan
secara pribadi dan tidak memasukkannya ke kurikulum pelajaran keilmuan di SH
Terate.
Ø tahun 1963
ada peristiwa penting
yang patut disampaikan dalam buku ini. Pasalnya, momen ini dipandang sebagai
tonggak penguat perkembangan SH Terate. Yaitu, turunnya para pendekar SH Terate
ke gelanggang Adu Bebas. Gelanggang Adu bebas pada tahun enam puluhan merupakan
even bergengsi, bagi pendekar persilatan di Madiun dan sekitarnya. Even ini
merupakan arena pertandingan kelas laga dengan sistem full body contact
(pertarungan antar pesilat tanpa pelindung). Boleh di bilang even ini,
merupakan ajang perkelahian para pendekar pilih tanding yang diatur dengan
sistem pertandingan dan ditonton orang banyak. Dulu, selain dijadikan ajang
pamer kesaktian even yang digelar setahun sekali di halaman Karesidenan Madiun
ini, juga dijadikan media promosi perguruan pencak silat untuk menggaet
peminat. Fakta empiris, perguruan pencak silat yang berhasil memenangkan
pertandingan, jumlah muridnya pasti akan semakin banyak. Saat itu, RM Imam
Koesopangat jadi jagonya SH Terate, disampingi Parno Ramelan danSudarso.
Di arena laga bebas itu Mas Imam berhadapan dengan Kyai Soekoco dari SH Tuhu Tekad, Sewulan, Dagangan. Seorang pendekar yang dikenal digdaya dengan postur tubuh yang jauh lebih tinggi jika dibanding Mas Imam. Selain itu, Kyai Soekoco ini juga dikenal pendekar pilih tanding dan berpengalaman serta beberapa kali memenangkan aven adu bebas.
Menurut Mas Madji, sebenarnya saat itu beliau juga berniat ikut turun ke gelanggang. Tapi Mas Imam tidak menghizinkan. Alasannya, usianya masih terlalu muda. Beliau hanya ditugasi membawa keris Kyai Luwuk, dan dipesan agar keris itu tidak pindah tangan selama Mas Imam bertanding. Awalnya, sejumlah tokoh SH Terate meragukan kemampuan Mas Imam. Tapi terbukti beliau berhasil mematahkan keraguan saudara saudara SH Terate. Pada ronde ronde awal, laga berlangsung seru. Kedua pendekar itu bertanding cukup imbang. Beberapa kali tendangan dan pukulan Mas Imam mengenai tubuh Kyai Koco cukup telak. Tapi Kyai Koco, hanya menanggapi dengan senyum. Pertanda, Kyai Koco seorang pendekar yang kebal. Memasuki ronde terakhir, Mas Imam berhasil mengunci tubuh Kyai Koco. Saat itu juga, Mas Imam berteriak agar wasit juri melakukan penghitungan. Meski, berupaya melepaskan diri dari kuncian, Kyai Koco tak berhasil. Akhirnya dewan juri memutuskan, pertandingan itu dimenangkan oleh Mas Imam.
Di arena laga bebas itu Mas Imam berhadapan dengan Kyai Soekoco dari SH Tuhu Tekad, Sewulan, Dagangan. Seorang pendekar yang dikenal digdaya dengan postur tubuh yang jauh lebih tinggi jika dibanding Mas Imam. Selain itu, Kyai Soekoco ini juga dikenal pendekar pilih tanding dan berpengalaman serta beberapa kali memenangkan aven adu bebas.
Menurut Mas Madji, sebenarnya saat itu beliau juga berniat ikut turun ke gelanggang. Tapi Mas Imam tidak menghizinkan. Alasannya, usianya masih terlalu muda. Beliau hanya ditugasi membawa keris Kyai Luwuk, dan dipesan agar keris itu tidak pindah tangan selama Mas Imam bertanding. Awalnya, sejumlah tokoh SH Terate meragukan kemampuan Mas Imam. Tapi terbukti beliau berhasil mematahkan keraguan saudara saudara SH Terate. Pada ronde ronde awal, laga berlangsung seru. Kedua pendekar itu bertanding cukup imbang. Beberapa kali tendangan dan pukulan Mas Imam mengenai tubuh Kyai Koco cukup telak. Tapi Kyai Koco, hanya menanggapi dengan senyum. Pertanda, Kyai Koco seorang pendekar yang kebal. Memasuki ronde terakhir, Mas Imam berhasil mengunci tubuh Kyai Koco. Saat itu juga, Mas Imam berteriak agar wasit juri melakukan penghitungan. Meski, berupaya melepaskan diri dari kuncian, Kyai Koco tak berhasil. Akhirnya dewan juri memutuskan, pertandingan itu dimenangkan oleh Mas Imam.
Ø Tahun 1965
Mas Imam menjadi
Ketua Banteng Dwikora. Namun saat itu, beliau berpesan pada Mas Tarmadji, bahwa
keikutsertaan beliau dalam dunia politik praktis dan menjabat sebagai Ketua
Banteng Dwikora sudah masuk wilayah pribadi dan beliau sendiri tidak membawa SH
Terate ke dalam pilihan ideologi politiknya. Pada periode 1960 – 1965, bisa
dikatakan sebagai masa sulit bagi perkembangan SH Terate. Sedikit sekali dokumen
yang ditinggalkan pada masa ini. Malah bisa dikatakan langka. Secara umum juga
diakui sebagai masa suram bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena
terjadinya pergolakan politik yang mengguncang stabilitas nasional.
Ø Tahun 1966
Dokumen administrasi SH
Terate menyebutkan, pada tanggal 11 Agustus, tahun 1966, digelar rapat pengurus
pusat SH Terate di Madiun. Hasilnya, untuk menyelamatkan SH Terate, pasca
terjadi peristiwa Pemberontakan G 30 S PKI, dipandang perlu melakukan refresing
pengurus. Refresing pengurus ini, berdasarkan Surat Intruksi bernomor
006/Sec/SHT/66 yang ditandatangani Ketua I SH Terate Soetomo Mangkoedjojo dan
Sekretaris R. Koeswanto BA, tidak hanya dilakukan di pusat Madiun, akan tetapi
juga dilakukan di cabang. Pada tahun ini, Bapak Soetomo Mangkoedjojo, kembali
diangkat sebagai Ketua SH Terate. Sedangkan Wakil Ketua II dan III,
masing-masing dijabat Bapak Harsono dan RM. Imam Koesoepangat. Keputusan
penting lain yang dihasilkan pada rapat pengurus pusat ini adalah, SH Terate
bersikap netral dan membebaskan diri dari kepentingan politik
praktis. Sementara, di sektor program pembinaan siswa, diangkat tiga orang
untuk menduduki Dewan Pelatih SH Terate. Mereka adalah, Pak Badini, Pak Harsono
dan RM. Imam
Koesoepangat.
Ø Tahun 1967.
RM Imam Koesoepangat
mesu budi (tirakat atau laku ikhtiar), melakukan puasa selama 7 (tujuh) hari
tujuh malam di dalam kamar. Kecintaan beliau pada SH Terate mendorong Mas Imam
meninggalkan kesenangan pribadi dan gemar melakukan tirakatan. Sebelum masuk ke
dalam kamar, Mas Imam meminta Mas Tarmadji menjaga di depan pintu. Saat itu
beliau berpesan kalau di hari ke-7 (tujuh) beliau tidak keluar, Mas Tarmadji
diminta mendobrak pintu kamar dan masuk ke dalam.
Tapat pada hari ake-7, Mas Imam keluar kamar dengan kondisi sempoyongan. Dengan suara terbata bata, beliau meminta Mas Madji mencarikan air kunir asam untuk minum. Beberapa saat setelah meminum air kunir asam, beliau berkata, “NJenengan eling eling Dik, njenengan titeni. mBenjingtiti wancine SH Terate ageng Dik. Ning kula mboten memoni. Mbenjing sing nemoni Dik Madji. Sing mimpin njih Dik Madji. Ageng Dik, ngluwihi paguron paguron liyane. (Kamu ingat ingat ya Dik. Kamu perhatikan. Besok jika sudah sampai waktunya, SH Terate bakal berkembang pesat menjadi besar. Tapi saya tidak melihat. Besok yang melihat Dik Madji. Yang memimpin juga Dik Madji. SH Terate besar Dik, melebihi perguruan pecak silat lainnya). Menurut Mas Madji, beliau hanya diam mendengar ungkapan Mas Imam saat itu. Beliau tidak begitu paham apa maksud ungkapan Mas Imam tersebut. “Saat itu, saya hanya berpikir Mas Imam berkata seperti itu hanya untuk membesarkan hati saya,” ujar Mas Madji. Hari hari berikutnya, Mas Madji sering diajak menemani Mas Imam laku tirakat. Banyak lokasi ritual yang dikunjungi. Dari Segara Kidul (Laut Selatan), Harga Dumilah di Puncak G. Lawu hingga ke Gunung Srandil. Namun terkait ini Mas Madji menegaskan, laku tirakat atau tapa brata yang dilakukan RM Imam Koesoepangat, lebih ditikberatkan pada laku pribadi, sebagai pengayaan keilmuan pribadi Mas Imam sendiri dan beliau juga tidak pernah memaksakan diri untuk memasukkannya ke kurikulum pelajaran di SH Terate.
Tapat pada hari ake-7, Mas Imam keluar kamar dengan kondisi sempoyongan. Dengan suara terbata bata, beliau meminta Mas Madji mencarikan air kunir asam untuk minum. Beberapa saat setelah meminum air kunir asam, beliau berkata, “NJenengan eling eling Dik, njenengan titeni. mBenjingtiti wancine SH Terate ageng Dik. Ning kula mboten memoni. Mbenjing sing nemoni Dik Madji. Sing mimpin njih Dik Madji. Ageng Dik, ngluwihi paguron paguron liyane. (Kamu ingat ingat ya Dik. Kamu perhatikan. Besok jika sudah sampai waktunya, SH Terate bakal berkembang pesat menjadi besar. Tapi saya tidak melihat. Besok yang melihat Dik Madji. Yang memimpin juga Dik Madji. SH Terate besar Dik, melebihi perguruan pecak silat lainnya). Menurut Mas Madji, beliau hanya diam mendengar ungkapan Mas Imam saat itu. Beliau tidak begitu paham apa maksud ungkapan Mas Imam tersebut. “Saat itu, saya hanya berpikir Mas Imam berkata seperti itu hanya untuk membesarkan hati saya,” ujar Mas Madji. Hari hari berikutnya, Mas Madji sering diajak menemani Mas Imam laku tirakat. Banyak lokasi ritual yang dikunjungi. Dari Segara Kidul (Laut Selatan), Harga Dumilah di Puncak G. Lawu hingga ke Gunung Srandil. Namun terkait ini Mas Madji menegaskan, laku tirakat atau tapa brata yang dilakukan RM Imam Koesoepangat, lebih ditikberatkan pada laku pribadi, sebagai pengayaan keilmuan pribadi Mas Imam sendiri dan beliau juga tidak pernah memaksakan diri untuk memasukkannya ke kurikulum pelajaran di SH Terate.
Ø Tahun 1968
Mas Tarmadji berpasangan dengan Sutarto
mengikuti seleksi Pra PON.Tahun berikutnya berhasil jadi Juara III PON
VII.Sebelumnya juga berhasil meraih Juara I pada even pencak silat seni di
Jember.
Ø Tahun 1974
Pada tahun ini Bapak
Soetomo Mengkoedjojo menyelesaikan masa bhakti sebagai Ketua SH Terate.
Perkembangan SH Terate mulai melebar ke luar wilayah Madiun. Tercacat, (5)
cabang didirikan. Antara lain: Magetan, Surabaya, Mojokerto, Yogyakarta, dan
Solo.
Satu momentun penting yang dilahirkan pada priode kepemimpijan Pak Soetomo Manghkoedjojo ini adalah proses pembaruan menuju perubahan yang lebih baik. Sebuah proses yang diakui menjadi pondasi perkembangan SH Terate, yang semula berbentuk perguruan menjadi organisasi persaudaraan.
Satu momentun penting yang dilahirkan pada priode kepemimpijan Pak Soetomo Manghkoedjojo ini adalah proses pembaruan menuju perubahan yang lebih baik. Sebuah proses yang diakui menjadi pondasi perkembangan SH Terate, yang semula berbentuk perguruan menjadi organisasi persaudaraan.
Ø Tahun 1974
digelar Konggres
Persaudaraan Setia Hati Terate, di Madiun. Hasilnya, menjunjung tinggi konsep
persaudaraan sebagai roh organisasi dan menjunjung tinggi nilai nilai
persaudaraan dalam menyelesaikan setiap persoalan yang muncul di intern SH
Terate. Konggres juga sepakat:
- Mengangkat RM. Imam Koesoepangat sebagai ketua pusat dan Bapak Soetomo Mangkoedjojo sebagai dewan pusat.
- Menjadikan kedaulatan tertinggi organisasi di tangan anggota dan selanjutnya dapat disuarakan lewat wakilnya dalam setiap konggres.
- SH Terate berikrar: Barang siapa mengganggu gugat Pancasila, seluruh Keluarga Besar Persaudaraan Setia Hati Terate siap mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara RI, sampai titik darah penghabisan.
Ø Pada tanggal 14
Desember tahun 1975
Bapak Soetomo
Mangkoedjojo wafat. Jenazahbeliau
dimakamkan di Tempat Pemakaman Cangkring, Kota Madiun. Lokasi makam ini sekitar
500 meter sebelah barat Stadion Wilis Kota Madiun.
Ø Tahun 1977
Pada tahun 1977, SH
Terate kembali menggelar konggres di Madiun. Konggres ini menelorkan sejumlah
keputusan. Antara lain, mengangkat Bapak Badini sebagai ketua SH Terate Pusat
Madiun. Sedangkan RM Imam Koesoepangat menduduki jabatan Dewan Pusat. Pada
periode ini, KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, SE, mulai diserahi
amanah untuk menduduki jabatan di jajaran ketua. Yaitu, sebagai Ketua I.
Saat itu, meskipun
jabatan Ketua Pusat dipegang Pak Badini, untuk urusan pengesahan warga baru Mas
Imam selalu dipasrahi untuk memimpin acara. Pak Badini dikenal sebagai
seorang pendekar SH Terate yang berbakat dalam permainan tunggal (solospel).
Gerakannya cukup matang, luwes, indah dan berisi. Saat menjadi Ketua SH Terate,
beliau masih tetap mau turun ke bawah, ikut melatih siswa maupun warga yang
ingin menguasai permainan pencak seni SH Terate.
Saat Ir. Soekarno menjabat
Presiden RI, Pak Badini dipanggil ke Istana untuk memperagakan pencak silat
seni berpasangan dengan Bapak Hardjo Mardjut.
Ø Tahun 1978
SH Terate sempat
mengalami defisit kas organisasi. Bahkan punya tanggungan hutang. Berdasarkan
kesepakatan pengurus pusat, Mas Tarmadji yang saat itu menjabat sebagai Ketua
I, diminta mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah ini. Mengemban
amanat pungurus pusat Mas Tarmadji mengajukan sejumlah langkah alternatif yang
diyakini bisa dijadikan solusi. Salah satunya,
Ø Tahun 1978
mengusulkan perubahan
uang mahar pengesahan yang tadinya berupa uang logam yang sudah tidak laku
(Ketengan atau Benggolan), menjadi uang laku yang digunakan oleh Pemerintah
Republik Indonesia.
Berdasarkan
keterangan dari sejumlah tokoh SH Terate, dulu jika calon warga membutuhkan
uang logam ketengan atau benggolan untuk mahar, mereka bisa mendapatkan dari
Ibu Inem Hardjo Oetomo. Caranya, menukar uang logam lama itu dengan uang baru
yang berlaku. Selain digunakan untuk mendukung kegiatan SH Terate, hasil
penukaran uang mahar itu juga digunakan untuk membantu kehidupan Ibu Hardjo
Oetomo, sebagai bentuk penghargaan warga atas jasa beliau mendirikan perguruan
pencak silat ini.
Usulan Mas Tarmadji
merubah uang mahar ini semula dianggap kontroversial dan memancing perdebatan
di kalangan pengurus SH Terate Pusat. Banyak tokoh SH Terate kurang sependapat.
Malah, beliau sempat dipanggil sejumlah tokoh SH Terate di Surabaya. Antara
lain, Darmo Sanjoto, Ricard Wahyudi, Maryono dan Pak Isoyo. Saya diminta
memberikan alasan atas usulan itu. Di hadapan tokoh tersebut, dijelaskan
alasan mendasar kenapa beliau berani mengajukan usulan penggantian uang mahar
dari yang tadinya berbentuk uang logam yang sudah tidak laku menjadi uang logam
yang laku.
Alasan ini cukup
mendasar. Sebab, SH Terate sudah memproklamirkan dirinya dari perguruan pencak
silat tradisional menjadi organisasi modern. Dengan adanya kesepakatan ini,
berarti SH Terate bukan lagi menjadi milik orang perorang, tapi milik anggota.
Karena SH Terate sudah berbentuk organisasi modern, maka organisasi harus bisa mandiri dan memiliki uang kas yang cukup untuk membiayai kegiatannya. Apalagi, tantangan ke depan, bukan semakin kecil tapi semakin besar. Kegiatan yang diprogramkan organisasi juga semakin banyak dan bercakupan luas.
Karena SH Terate sudah berbentuk organisasi modern, maka organisasi harus bisa mandiri dan memiliki uang kas yang cukup untuk membiayai kegiatannya. Apalagi, tantangan ke depan, bukan semakin kecil tapi semakin besar. Kegiatan yang diprogramkan organisasi juga semakin banyak dan bercakupan luas.
Perihal santunan
untuk membantu perekonomian keluarga mendiang Ki Hadjar Hardjo Oetomo, pihaknya
bertanggung jawab penuh. Dan janji itu benar benar dilaksanakan. Tak hanya
sewaktu Ibu Ki Hadjar masih hidup. Tanggung jawab menghargai jasa pendiri SH
Terate itu juga terus dilakukan sepeninggal Ibu Ki Hadjar. Sebut misalnya,
membiayai acara kirim doa, baik pada peringatan hari wafatnya Ki Hadjar Hardjo
Oetomo maupun Ibu Ki Hadjar.
Alasan yang diajukan
Mas Tarmadji, terbukti mampu meyakinkan tokoh SH Terate. Sejak saat itu, uang
mahar yang digunakan calon warga baru dalam prosesi pengesahan, diganti dari
yang semula berupa uang logam lama yang tidak laku, menjadi uang logam yang
berlaku. Uang logam, sebagai uang mahar ini, tidak mutlak harus uang rupiah
yang diberlakukan Pemerintah RI. Tapi dibolehkan pula uang logam lain, misalnya
Dolar, Ringgit, Real dan lain sebagainya, disesuaikan dengan calon warga yang
akan disyahkan. Usulan
tersebut, membawa dampak positif bagi perkembangan SH Terate. Bersumber dari
uang mahar itu pula, sampai sekarang SH Terate bisa mandiri dan mampu membangun
Padepokan Agung SH Terate di Jl. Merak, Nambangan Kidul, Kota Madiun, berikut
sarana dan prasarananya. Karena posisinya yang cukup strategis sebagai
sumber pemasukan kas organisasi, hingga saat ini SH Terate Pusat Madiun
menghimbau kepada cabang agar menyetor uang mahar ke pusat setiap mengesahkan
warga baru. Sebab uang mahar adalah uang pitukon siswa yang menimba ilmu di SH
Terate. Artinya, uang mahar adalah milik organisasi dan menjadi hak mutlak
pusat sebagai pemegang hak paten SH Terate. (Kajian pendalaman tentang Uang
Mahar, insya Allah, akan kami tulis dalam buku tersendiri, pen)
Ø Tahun 1979
digelar Krida
Nasional SH Terate Cup I di Madiun. Keluar sebagai Juara Umum dalam even pencak
silat antar atlet SH Terate ini, Persaudaraan SH Terate
Cabang Surakarta.
Cabang Surakarta.
Ø Tahun 1981
Laga pesilat SH
Terate ini kembali digelar di Surakarta. Hasil Krida Nasional SH Terate Cup II
yang dibuka Pangdam VII Diponegoro ini, melejitkan atlet SH Terate dari Cabang
Ngawi, sebagai Juara Umum.
Pitutur Luhur Pak BADINI : Yen awakmu latihan pencak silat seni SH Terate, kudu titi lan temen. Aja ngeyelan, kareben tumomo lan tumanja. Sakliyane kuwi, kudu mateng anggonmu main jurusan. (Jika kamu ingin berlatih pencak silat seni SH Terate, harus cemat dan sungguh-sungguh, jangan suka membantah. Disamping itu, kamu harus matang menguasai jurus).
Pitutur Luhur Pak BADINI : Yen awakmu latihan pencak silat seni SH Terate, kudu titi lan temen. Aja ngeyelan, kareben tumomo lan tumanja. Sakliyane kuwi, kudu mateng anggonmu main jurusan. (Jika kamu ingin berlatih pencak silat seni SH Terate, harus cemat dan sungguh-sungguh, jangan suka membantah. Disamping itu, kamu harus matang menguasai jurus).
C.
MASA PERKEMBANGAN (TAHUN 1981 –
2013)
Ø Tahun
1981
Pada
Tahun 1981 digelar Musyawarah Besar (MUBES) SH Terate di Madiun. Hasil Mubes
antara lain, mengukuhkan KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adi Nagoro, SE sebagai Ketua Umum
Persaudaraan Setia Hati Terate Pusat Madiun dan RM. Imam Koesoepangat
sebagai Ketua Dewan Pusat. Pada rangkaian acara Mubes ini digelar Apel Besar
Persaudaraan Setia Hati Terate, tepatnya pada tanggal 13 November 1981. Acara
ini dihadiri Menteri Muda Pendidikan dan Olahraga yang diwakili Bapak Soenaryo, MSc. Dalam apel besar
ini Keluarga Besar SH Terate mengucapkan ikrar bersama: “Kami Keluarga Besar
Persaudaraan SH Terate bertekad untuk berperan aktif dalam pembinaan
kepribadian generasi muda melalui pencak silat berdasarkan Pencasila dan Undang
Undang Dasar 1945.” Pada era ini, kewenangan pada posisi kepemimpinan SH Terate
dipilah menjadi dua jalur. Yakni, jalur kewenangan idealisme dan jalur
professional. Sesuai dengan kemampuan dan kelebihan yang dimiliki kedua tokoh
ini, RM. Imam Koesoepangat diamanati sebagai penanggung jawab pengembangan di
bidang idealisme. Bidang idealisme ini menyangkut penajaman ajaran kerokhanian
dan peningkatan kualitas budi pekerti luhur pada warga.
Sementara di bidang pengembangan sayap organisasi dan keorganisasian, diserahkan pada H.Tarmadji Boedi Harsono,SE. Sepanjang, dipimpin kedua tokoh pada dua jalur ini, perkembangan SH Terate semakin meluas. Ini bisa dilihat perkembangan SH Terate yang tidak lagi hanya berkutat di Pulau Jawa, tapi merambah ke luar P. Jawa. Pada dekade ini cabang SH Terate yang semula hanya 5 cabang berkembang menjadi 46 cabang.
Sementara di bidang pengembangan sayap organisasi dan keorganisasian, diserahkan pada H.Tarmadji Boedi Harsono,SE. Sepanjang, dipimpin kedua tokoh pada dua jalur ini, perkembangan SH Terate semakin meluas. Ini bisa dilihat perkembangan SH Terate yang tidak lagi hanya berkutat di Pulau Jawa, tapi merambah ke luar P. Jawa. Pada dekade ini cabang SH Terate yang semula hanya 5 cabang berkembang menjadi 46 cabang.
Ø Tahun
1982
Persaudaraan SH Terate mendirikan
Yayasan SH Terate. Dalam perkembangannya, yayasan SH Terate inilah yang
dijadikan saka guru rumah tangga Persaudaraan SH Terate.
Mencari bibit pesilat tangguh yang diharap mampu membawa nama SH Terate di aven Pencak Silat nasional maupun internasional.
Mencari bibit pesilat tangguh yang diharap mampu membawa nama SH Terate di aven Pencak Silat nasional maupun internasional.
Ø Tahun 1983
kembali digelar Krida Nasional SH
Terate Cup III digelar di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. SH Terate Cabang
Ngawi kembali keluar sebagai Juara Umum.
Krida Nasional SH Terate Cup juga diformat sebagai puncak apresiasi sekaligus evaluasi pembinaan atlet di masing masing cabang SH Terate. Dari even ini lahir sejumlah pesilat tangguh yang dalam perkembangannya mampu bebicara di even laga pencak silat nasional maupun internasional.
Krida Nasional SH Terate Cup juga diformat sebagai puncak apresiasi sekaligus evaluasi pembinaan atlet di masing masing cabang SH Terate. Dari even ini lahir sejumlah pesilat tangguh yang dalam perkembangannya mampu bebicara di even laga pencak silat nasional maupun internasional.
Ø Tahun
1985
Persaudaraan SH Terate menggelar Mubes IV di
Madiun. Hasil Mubes, mengukuhkan kembali Tarmadji Boedi Harsono, SE sebagai
Ketua Umum Persaudaraan SH Terate Pusat Madiun.Sedangkan RM Imam Koesoepangat
kembali dikukuhkan sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Pusat. Terkait dengan paket
acara Mubes ini, digelar Apel Besar Persaudaraan Setia Hati Terate. Acara ini
dihadiri Menteri Pemuda dan Olahraga Bapak Dr. Abdul Gafur. Dalam
rangkaian acara tersebut, Menpora melakukan peletakan batu pertama Padepokan SH
Terate yang berlokasi di Jl. Merak Nambangan Kidul Kota Madiun, di atas tanah
pemberian Pemerintah Kodya Madiun.
Di lahan ini pula Yayasan SH Terate mendirikan lembaga pendidikan formal SMA Kusuma Terate, sebagai ujud kepedulian terhadap pembangunan pendidikan generasi muda dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam perkembangannya, mendekatkan peserta didik di lini persaingan global, didirikan Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Kusuma Terate. Dua lembaga pendidikan formal yanglahir dari Yayasan SH Terate ini telah berhasil menelorkan lulusan yang mampu bersaing di percaturan segmen lapangan kerja era globalisasi.
Di lahan ini pula Yayasan SH Terate mendirikan lembaga pendidikan formal SMA Kusuma Terate, sebagai ujud kepedulian terhadap pembangunan pendidikan generasi muda dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam perkembangannya, mendekatkan peserta didik di lini persaingan global, didirikan Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Kusuma Terate. Dua lembaga pendidikan formal yanglahir dari Yayasan SH Terate ini telah berhasil menelorkan lulusan yang mampu bersaing di percaturan segmen lapangan kerja era globalisasi.
Ø Tahun
1985
Ibu kandung RM Imam Koesoepangat
(Ibu Ambar Koesensi) meninggal dunia. Saat itu, Mas Imam kelihatan berduka dan
mengalami kesedihan sangat mendalam. Beliau bahkan sampai perpamitan pada Mas
Tarmadji, ingin menyusul ibunda tercinta. “Saya mau nyusul Ibu, Dik!” kata Mas
Imam. Ini adalah untuk kedua kalinya Mas Imam pamit pada Mas Madji. Menurut
kesaksian Mas Madji, dulu, saat adik kandung beliau, RM Imam Koeskartono (Mas
Gegot), meninggal dunia, tahun 1966. Saat itu beliau juga mengutarakan niatnya
menyusul adik tercinta ke alam baka. Niat Mas Imam menyusul Ibunda ke alam
kelanggengan juga diutarakan beliau kepada kerabatnya. Bahkan, sudah pamitan ke
keluarga. Melihat kemauan beliau, Mas Tarmadji diminta merayu Mas Imam untuk
mengurungkan niatnya.
“Saya katakan di depan beliau saat itu, bahwa tenaga dan pikirannya masih sangat dibutuhkan SH Terate, “ ujar Mas Madji.
Mendengar alasan itu, Mas Imam menjawab,” Injih Dik, kulo manut. Nanging ampun dangu dangu. Ampun luwih saking 1000 dinten sedane Ibu,” (Iya Dik, saya manurut. Tapi jangan lebih dari seribu hari kematian Ibu). Apa yang diungkapkan Mas Imam itu ternyata benar.
“Saya katakan di depan beliau saat itu, bahwa tenaga dan pikirannya masih sangat dibutuhkan SH Terate, “ ujar Mas Madji.
Mendengar alasan itu, Mas Imam menjawab,” Injih Dik, kulo manut. Nanging ampun dangu dangu. Ampun luwih saking 1000 dinten sedane Ibu,” (Iya Dik, saya manurut. Tapi jangan lebih dari seribu hari kematian Ibu). Apa yang diungkapkan Mas Imam itu ternyata benar.
Ø Pada
Hari Senin, tanggal
16 November 1987
RM Imam Koesoepangat meninggal
dunia, pada usia 49 tahun kurang dua hari. Dua hari sebelumnya,
tepatnya malam Jumat, Mas Tarmadji bersama istri (Ny. Hj. Ruwi Tarmadji) sowan
ke kediaman Mas Imam, di Paviliun Kabupaten Madiun. Malam itu, Mas Tarmadji
sempat menengarai kondisi beliau sangat lemah.” Mas Imam sakit ya?” Tanya Mas
Tarmadji. Beliau menjawab,” Gak, Dik. Mas Tarmadji bertanya lagi,” Injih, Mas
Imam sakit! Jangan jangan Mas Imam mau mendahului saya.”
Mendengar kata-kata itu, Mas Imam tersenyum. “mBoten Dik. Mpun, mangke dinten Senin enjing kemawon Dik Maji kulo timbale mriki.” (Tidak, Dik. Saya Tidak Sakit. Sudahlah, nanti hari Senin pagi saja, Dik Madji saya panggil ke sini). Malam itu, Mas Imam juga sempat berpesan agar Mas Tarmadji tetap setia dan aktif membesarkan SH Terate.
Sepulang dari rumah Mas Imam, Mas Tarmadji mampir ke tempat Pak Marwoto dan berpesan agar saudara saudara SH Terate yang kebetulan ada di situ untuk mampir ke Mas Imam. Mas Madji malam itu menginformasikan kondisi Mas Imam tidak seperti biasanya.
Hari Senin pagi, apa yang dikhawatirkan ternyata benar terjadi. Kondisi Mas Imam drop, hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Dan pagi itu juga beliau pergi meninggalkan kita, menghadap Allah, Tuhan Yang Maha Esa. SH Terate sangat kehilangan. Pitutur Luhur RM IMAM KOESOEPANGAT: Sepira gedhening sangsara, yen tinampa among dadi coba. (Seberapa besar kesengsaraan, jika diterima dengan ikhlas hanya berupa cobaan).
Setelah RM Imam Koesoepangat wafat, praktis beban dan tanggung jawab tongkat kepemimpinan SH Terate beralih ke pundak Mas Tarmadji. Ibaratnya, dua tanggung jawab yang semula dipikul dua orang, harus ditanggung sendiri. Berbekal keikhlasan dan keluhuran budi, ternyata Mas Tarmadji mampu mengemban amanat tersebut. Terbukti, berkat kesolidan koordinasi antarjajaran pengurus dan kadang tercinta, SH Terate berhasil melesat ke kancah paradigma baru.
Di tengah kancah persaingan dan pergeseran era globalisasi, SH Terate tetap setia mempertahankan nilai ajaran budi luhur dalam jalinan persaudaraan yang didasari sikap asah, asih, asuh.
Menyelaraskan penataan di sektor keorganisasian, pembinaan atlet SH Terate jugaterus dioptimalkan. Puncak apresiasi prestasi pencak silat di tubuh SH Terate, yakjni Krida Nasional SH Terate Cup kembali digelar di Malang.
Mendengar kata-kata itu, Mas Imam tersenyum. “mBoten Dik. Mpun, mangke dinten Senin enjing kemawon Dik Maji kulo timbale mriki.” (Tidak, Dik. Saya Tidak Sakit. Sudahlah, nanti hari Senin pagi saja, Dik Madji saya panggil ke sini). Malam itu, Mas Imam juga sempat berpesan agar Mas Tarmadji tetap setia dan aktif membesarkan SH Terate.
Sepulang dari rumah Mas Imam, Mas Tarmadji mampir ke tempat Pak Marwoto dan berpesan agar saudara saudara SH Terate yang kebetulan ada di situ untuk mampir ke Mas Imam. Mas Madji malam itu menginformasikan kondisi Mas Imam tidak seperti biasanya.
Hari Senin pagi, apa yang dikhawatirkan ternyata benar terjadi. Kondisi Mas Imam drop, hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Dan pagi itu juga beliau pergi meninggalkan kita, menghadap Allah, Tuhan Yang Maha Esa. SH Terate sangat kehilangan. Pitutur Luhur RM IMAM KOESOEPANGAT: Sepira gedhening sangsara, yen tinampa among dadi coba. (Seberapa besar kesengsaraan, jika diterima dengan ikhlas hanya berupa cobaan).
Setelah RM Imam Koesoepangat wafat, praktis beban dan tanggung jawab tongkat kepemimpinan SH Terate beralih ke pundak Mas Tarmadji. Ibaratnya, dua tanggung jawab yang semula dipikul dua orang, harus ditanggung sendiri. Berbekal keikhlasan dan keluhuran budi, ternyata Mas Tarmadji mampu mengemban amanat tersebut. Terbukti, berkat kesolidan koordinasi antarjajaran pengurus dan kadang tercinta, SH Terate berhasil melesat ke kancah paradigma baru.
Di tengah kancah persaingan dan pergeseran era globalisasi, SH Terate tetap setia mempertahankan nilai ajaran budi luhur dalam jalinan persaudaraan yang didasari sikap asah, asih, asuh.
Menyelaraskan penataan di sektor keorganisasian, pembinaan atlet SH Terate jugaterus dioptimalkan. Puncak apresiasi prestasi pencak silat di tubuh SH Terate, yakjni Krida Nasional SH Terate Cup kembali digelar di Malang.
Ø pada
tahun 1989
Hasilnya, pesilat tuan rumah
(PSHT Cabang Malang) berhasil menggeser dominasi atlet pesilat dari Cabang
Ngawi yang selama mampu meraih medali terbanyak. Selain memprioritaskan
pengembangan sektor ideal, dia menggebrak lewat program pembangunan sarana dan
prasarana fisik. Di tengah tanggung jawab dan kesibukan memimpin sejumlah
lembaga sosial kemasyarakatan di luar SH Terate, beliau mampu memperkokoh
eksistensi SH Terate. (Catatan singkat perjalanan hidup KRAT H. Tarmadji Boedi
HarsonoAdi Nagoro, SE
kami paparkan pada Bagian.2. di buku ini pula). Sementara itu di lini
kepemimpinan SH Terate, guna mendampingi Mas Tarmadji Boedi Harsono, sebagai
ketua umum, SH Terate Pusat Madiun mengangkat Drs. Marwoto (alm) sebagai Ketua
Dewan Pertimbangan Pusat. Keputusan ini merupakan salah satu hasil Mubes PSHT V
yang digelar di Madiun
Ø Tahun 1991
Krida Nasional SH Terate Cup
digelar lagi di Jakarta. Even ini dibuka Ketua PB IPSI, Bapak Edy Nalapraya. Di
tahun tahun berikutnya, even laga antar pendekar SH Terate ini digelar di
Pedepokan Agus SH Terate Pusat Madiun dengan system laga tanpa body protector
(tanpa pelindung) atau full body contact. Peraturan laga yang dikembangkan juga
sudah diformat menggunakan system pertandingan pencak silat SH Terate.
Ø Tahun
2000
MUBES
VI Persaudaraan SH Terate digelar lagi. Tepatnya tanggal 1 s/d 3 September 2000
di Padepokan SH Terate Pusat Madiun. Mubes sepakat mengangkat kembali Mas H.
Tarmadji Boedi Harsono, SE
sebagai Ketua Umum dan Drs. Marwoto sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Pusat.
Sementara itu, mempertimbangkan
keterbatasan Mas Tarmadji, demi tetap terjaganya kualitas organisasi, setelah
Drs. Marwoto wafat, dibentuk Dewan Pendekar SH Terate. Dewan ini beranggotakan
sembilan tokoh SH Terate.Masing-masing, H. Tarmadji Boedi Harsono, SE, Drs. Moedjoko, HW (Ketua I SH Terate
Pusat Madiun), Ir. RB. Wijono
(Yogjakarta), Ir. Sakti Tamat (Jakarta), Subagyo, SE, (Sekretaris SH
Terate Pusat Madiun). Drs. H. Djunaedi
(Bendahara SH Terate Pusat Madiun), Drs. M Singgih (Madiun), Drs. H.
Isoebiantoro (Madiun), Drs. Gunawan (Tegal). Dewan pendekar ini kemudian lebih
dikenal dengan julukan Nawa Pandhita SH Terate. Nawa Pandhita SH Terate
dikukuhkan Desember 2009. Kebijakan ini merupakan salah satu hasil rakernas
yang digelar 16-17 Oktober 2009 di Padepokan Agung SH Terate Pusat Madiun.
Tugas dan kewenangan Nawa
Pandhita SH Terate adalah memformat kebijakan organisasi baik dari sisi
profesional, maupun ideal. Sisi profesional menyangkut urusan keorganisasian.
Sedangkan sisi ideal menyangkut ajaran kerokhanian atau ke-SH-an.
Putusan lain yang tak kelah pentingnya adalah, Keluarga Besar SH Terate sepakat untuk kembali ke jati diri. Jati diri yang dimaksudkan dalam konteks ini, adalah kembali ke nilai-nilai ajaran budi luhur dan menjunjung tinggi persaudaraan sejati.
Kosepsi persaudaraan sejati ini dijabarkan oleh KRAT. H. Boedi Harsono Adinagoro, SE, adalah persaudaraan luhur, didasari rasa saling sayang menyayangi, hormat menghormati dan bertanggung jawab. Persaudaraan yang tidak memandang siapa aku dan siapa kamu,tidak dilandasi hegemoni keduniawian, seperti drajat,pangkat dan martabat, juga bukan persaudaraan yang dibatasi suku, ras, agama dan antargolongan.
Persaudaraan SH Terate adalah persaudaraan sejati. Yakni, persaudaraan murni yang lahir dari lubuk hati sanubari, tanpa dilatarbelakangi oleh apa dan siapa. Persaudaraan yang lahir dari insan yang sama sama merasa senasib sepenanggungan. Persaudaraan yang lahir dari kesadaran bahwa hakikat dirinya tidak berbeda dengan orang lain, yaitu berasal dari Dzat yang sama, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Referensinya, SH Terate adalah organisasi persaudaraan berlatar belakang budaya pencak silat yang menjunjung tinggi ajaran budi luhur. Melulu mengandalkan sistem demokratisasi dalam memformat kepengurusan dan pengembangan organisasi, diyakini akan menghancurkan nilai nilai persaudaraan di tubuh SH Terate itu sendiri. Pergeseran nilai kesejagadan dan kecenderungan orang untuk perpolitik praktis, tak dipungkiri jadi alasan lain yang cukup urgen. Hanya mengandalkan proses demokrasi dalam memformat suksesi kepengurusan, diyakini akan menjadikan SH Terate terseret arus politik praktis.
Putusan lain yang tak kelah pentingnya adalah, Keluarga Besar SH Terate sepakat untuk kembali ke jati diri. Jati diri yang dimaksudkan dalam konteks ini, adalah kembali ke nilai-nilai ajaran budi luhur dan menjunjung tinggi persaudaraan sejati.
Kosepsi persaudaraan sejati ini dijabarkan oleh KRAT. H. Boedi Harsono Adinagoro, SE, adalah persaudaraan luhur, didasari rasa saling sayang menyayangi, hormat menghormati dan bertanggung jawab. Persaudaraan yang tidak memandang siapa aku dan siapa kamu,tidak dilandasi hegemoni keduniawian, seperti drajat,pangkat dan martabat, juga bukan persaudaraan yang dibatasi suku, ras, agama dan antargolongan.
Persaudaraan SH Terate adalah persaudaraan sejati. Yakni, persaudaraan murni yang lahir dari lubuk hati sanubari, tanpa dilatarbelakangi oleh apa dan siapa. Persaudaraan yang lahir dari insan yang sama sama merasa senasib sepenanggungan. Persaudaraan yang lahir dari kesadaran bahwa hakikat dirinya tidak berbeda dengan orang lain, yaitu berasal dari Dzat yang sama, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Referensinya, SH Terate adalah organisasi persaudaraan berlatar belakang budaya pencak silat yang menjunjung tinggi ajaran budi luhur. Melulu mengandalkan sistem demokratisasi dalam memformat kepengurusan dan pengembangan organisasi, diyakini akan menghancurkan nilai nilai persaudaraan di tubuh SH Terate itu sendiri. Pergeseran nilai kesejagadan dan kecenderungan orang untuk perpolitik praktis, tak dipungkiri jadi alasan lain yang cukup urgen. Hanya mengandalkan proses demokrasi dalam memformat suksesi kepengurusan, diyakini akan menjadikan SH Terate terseret arus politik praktis.
Sementara itu, untuk
menyelamatkan cabang SH Terate dari imbas pergeseran nilai politik praktis,
pengurus pusat mengambil kebijakan, mengangkat ketua cabang dengan masa jabatan
yang sewaktu waktu bisa diganti. Dasarnya, cabang adalah kepanjangan tangan
dari pusat. Konsekuensi dari kebijakan ini, jika ketua cabang terbukti
melakukan kesalahan fatal dan melanggar aturan main yang telah digariskan
organisasi, pusat akan mengambil kebijakan melengserkan jabatan itu dan
menggantinya dengan warga yang dinilai lebih kapabel.
Data terakhir menyebutkan, Setia Hati Terate, saat buku ini disusun, akhir tahun 2013 telah memiliki 204 cabang yang tersebar di Indonesia serta 67 komisariat Perguruan Tinggi dan 6 (lima) Komisariat Luar Negeri. Itu berarti selama dipegang Tarmadji, perkembangan cabang SH Terate bertambah cukup siginifikan, dari yang semula 46 cabang (di era kepemimpinan duet RM. Imam Koesoepangat dengan KRAT. H Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, SE), menjadi 204 cabang, atau bertambah sebanyak 158 cabang. Dari jumlah itu cabang yang telah resmi mengantongi SK PSHT Pusat Madiun, sebanyak 195 cabang. Sisanya masih dalam proses pengukuhan.
Melengkapi keberadaan SH Terate, dalam perkembangannya, Yayasan Setia Hati Terate berhasil menelorkan kinarnya monumental berupa lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah Industri Pariwisata Kusuma Terate (SMIP) dengan akreditasi diakui. SMIP Kusuma Terate telah berhasil mencetak siswa-siswinya menjadi tenaga terampil di bidang akomodasi perhotelan. Sekolah kejuruan ini sudah difasilitasi prasarana fisik, berupa gedung sekolah yang berlokasi tepat di belakang Padepokan Agung. Sementara untuk mendukung kesejahteraan anggota, Yayasan Setia Hati Terate juga mendirikan lembaga perekonomian berupa Koperasi Terate Manunggal Nusantara. Ada dua bidang usaha yang digerakkan. Pertama bidang serba usaha. Wujudnya, mendirikan ruko yang berlokasi di Jl. Merak Nambangan Kidul Kota Madiun. Di ruko ini tersedia baju seragam latihan, kaos, sabuk (ban), badge SH Terate, mori, gelas pengesahan dan aneka ragam aksesoris berlebel SH Terate.
Usaha lain yang digeluti adalah koperasi simpan pinjam berbasis syariah. Usaha ini digerakkan dari kantor kas Koperasi Terate Manunggal Nusantara yang berlokasi di Jl. Raya Madiun – Maospati, tepatnya di wilayah Jiwan. Dan satu lagi kantor kas di Ngawi. Koperasi simpan pinjam ini diperuntukkan tidak hanya untuk warga SH Terate, akan tetap untuk masyarakat luas. Misi yang dikembangkan, membantu masyarakat yang butuh modal usaha. Karya monumental yang jadi kebanggaan warga SH Terate adalah pembangunan Padepokan Agung SH Terate yang berdiri di atas tanah seluas 12.290 M2, di Jl. Merak Nambangan Kidul Kota Madiun, lengkap dengan sarana dan prasarana pendukungnya.
Sebut misalnya, pembangunan sarana dan prasarana untuk peningkatan kualitas atlet SH Terate. Berlokasi di lini terdepan komplek Padepokan Agung SH Terate, dibangun Sasana Krida Wiratama. Bangunan ini diproyeksikan sebagai ajang laga pendekar SH Terate di even pertandingan yang sudah terprogram dalam skala rutinitas.
Di bangunan ini pula digelar even laga pendekar paling bergengsi bertajuk Adu Bebas Profesional memperebutkan Sabuk Emas SH Terate, yang dijadwalkan berlangsung 4 (empat) tahun sekali. Ratusan pendekar (atlet) SH Terate dari seluruh cabang di tanah air turun gelanggang di laga ini. Selain diformat sebagai ajang pencarian bibit atlet profesioanal, even ini juga dijadikan tolok ukur tingkat keberhasilan program pembinaan atlet yang dilakukan cabang-cabang SH Terate. Pembangunan sarana dan prasarana lain yang tidak kalah pentingnya adalah, gedung pasewakan agung berkapasitas 5 (lima) ribu orang, gedung serba guna, gasebu, taman pengenggar ati, kantor sekretariat, ruang pengurus pusat dan masih banyak lagi kelengkapan fasilitas yang tidak bisa disebut satu persatu di forum ini. Melindungi aset dan karya karya monumental dari upaya pemalsuan, SH Teate telah melengkapi eksistensinya dengan Hak Paten yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia. Karya-karya monumental SH Terate berikut aneka ragam aksesoris organisasi yang berlebel SH Terate dipatenkan. Dengan Hak Paten ini, SH Terate berhak mengklaim aneka ragam produk industri yang menggunakan lebel SH Terate.
Data terakhir menyebutkan, Setia Hati Terate, saat buku ini disusun, akhir tahun 2013 telah memiliki 204 cabang yang tersebar di Indonesia serta 67 komisariat Perguruan Tinggi dan 6 (lima) Komisariat Luar Negeri. Itu berarti selama dipegang Tarmadji, perkembangan cabang SH Terate bertambah cukup siginifikan, dari yang semula 46 cabang (di era kepemimpinan duet RM. Imam Koesoepangat dengan KRAT. H Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, SE), menjadi 204 cabang, atau bertambah sebanyak 158 cabang. Dari jumlah itu cabang yang telah resmi mengantongi SK PSHT Pusat Madiun, sebanyak 195 cabang. Sisanya masih dalam proses pengukuhan.
Melengkapi keberadaan SH Terate, dalam perkembangannya, Yayasan Setia Hati Terate berhasil menelorkan kinarnya monumental berupa lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah Industri Pariwisata Kusuma Terate (SMIP) dengan akreditasi diakui. SMIP Kusuma Terate telah berhasil mencetak siswa-siswinya menjadi tenaga terampil di bidang akomodasi perhotelan. Sekolah kejuruan ini sudah difasilitasi prasarana fisik, berupa gedung sekolah yang berlokasi tepat di belakang Padepokan Agung. Sementara untuk mendukung kesejahteraan anggota, Yayasan Setia Hati Terate juga mendirikan lembaga perekonomian berupa Koperasi Terate Manunggal Nusantara. Ada dua bidang usaha yang digerakkan. Pertama bidang serba usaha. Wujudnya, mendirikan ruko yang berlokasi di Jl. Merak Nambangan Kidul Kota Madiun. Di ruko ini tersedia baju seragam latihan, kaos, sabuk (ban), badge SH Terate, mori, gelas pengesahan dan aneka ragam aksesoris berlebel SH Terate.
Usaha lain yang digeluti adalah koperasi simpan pinjam berbasis syariah. Usaha ini digerakkan dari kantor kas Koperasi Terate Manunggal Nusantara yang berlokasi di Jl. Raya Madiun – Maospati, tepatnya di wilayah Jiwan. Dan satu lagi kantor kas di Ngawi. Koperasi simpan pinjam ini diperuntukkan tidak hanya untuk warga SH Terate, akan tetap untuk masyarakat luas. Misi yang dikembangkan, membantu masyarakat yang butuh modal usaha. Karya monumental yang jadi kebanggaan warga SH Terate adalah pembangunan Padepokan Agung SH Terate yang berdiri di atas tanah seluas 12.290 M2, di Jl. Merak Nambangan Kidul Kota Madiun, lengkap dengan sarana dan prasarana pendukungnya.
Sebut misalnya, pembangunan sarana dan prasarana untuk peningkatan kualitas atlet SH Terate. Berlokasi di lini terdepan komplek Padepokan Agung SH Terate, dibangun Sasana Krida Wiratama. Bangunan ini diproyeksikan sebagai ajang laga pendekar SH Terate di even pertandingan yang sudah terprogram dalam skala rutinitas.
Di bangunan ini pula digelar even laga pendekar paling bergengsi bertajuk Adu Bebas Profesional memperebutkan Sabuk Emas SH Terate, yang dijadwalkan berlangsung 4 (empat) tahun sekali. Ratusan pendekar (atlet) SH Terate dari seluruh cabang di tanah air turun gelanggang di laga ini. Selain diformat sebagai ajang pencarian bibit atlet profesioanal, even ini juga dijadikan tolok ukur tingkat keberhasilan program pembinaan atlet yang dilakukan cabang-cabang SH Terate. Pembangunan sarana dan prasarana lain yang tidak kalah pentingnya adalah, gedung pasewakan agung berkapasitas 5 (lima) ribu orang, gedung serba guna, gasebu, taman pengenggar ati, kantor sekretariat, ruang pengurus pusat dan masih banyak lagi kelengkapan fasilitas yang tidak bisa disebut satu persatu di forum ini. Melindungi aset dan karya karya monumental dari upaya pemalsuan, SH Teate telah melengkapi eksistensinya dengan Hak Paten yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia. Karya-karya monumental SH Terate berikut aneka ragam aksesoris organisasi yang berlebel SH Terate dipatenkan. Dengan Hak Paten ini, SH Terate berhak mengklaim aneka ragam produk industri yang menggunakan lebel SH Terate.
SH Terate Pusat Madiun juga telah
menelorkan program sosial untuk membantu masyarakat yang ditimpa musibah, baik
sakit maupun lelayu. Wujudnya, penyediaan mobil ambulance. Fasilitas ini bisa
dimanfaatkan oleh siapa saja yang membutuhkan dan tidak dipungut biaya alias
gratis. Dua buah mobil ambulance disiapkan. Satu armada khusus untuk mengangkut
warga yang sakit. Satu lagi, mobil jenazah.
Patut disyukuri, SH Terate telah
membeli sebidang tanah seluas sekitar satu hektare berlokasi tepat di depan
Padepokan Agung. Di atas lahan ini akan didirikan Gedung Diklat SH Terate yang
diproyeksikan sebagai media meningkatan kualitas dan uji akurasi gerakan
pencak, atau semacam laboratorium pencak silatnya SH Terate.
Ø Tahun
2013
Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat memberi gelar keprabon kepada Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H.
Tarmadji Boedi Harsono, SE dengan gelar Kanjeng Raden Arya Tumenggung (KRAT).
Anugrah ini diberikan atas kesetiaan beliau melestarikan budaya adiluhung
peninggalan leluhur, pencak silat.
Dengan gelar tersebut kini nama
lengkap berikut gelar Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, KRAT. H. Tarmadjo
Boedi Harsono Adinagoro, SE.
Kebijakan paling baru yang diambil pengurus pusat, adalah menekan tingkat
keresahan masyarakat akibat ulah nakal oknum warga SH Terate. Dua instruksi
dikeluarkan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, KRAT.H. Tarmadji Boedi Harsono
Adi Nagoro, SE,
terkait masalah keeikutsertaan SH Terate dalam proses Kamtibmas.
Intruksi pertama dikeluarkan
tanggal 17 Agustus 2013. Intruksi bernomor 001/SHT/PST/VIII/2013 berisi
larangan keras warga SH Terate terlibat dalam bentuk apa pun yang menjadikan
masyarakat resah/mengganggu ketertiban umum. Antara lain, perkelahian,
perusakan barang milik orang lain serta pengeroyokan (tawuran).
Kedua, warga SH Terate dilarang terlibat urusan minuman keras dan penyalahgunaan narkotika. Ketiga, warga SH Terate dilarang terlibat perjudian dalam bentuk apa pun.
Kedua, warga SH Terate dilarang terlibat urusan minuman keras dan penyalahgunaan narkotika. Ketiga, warga SH Terate dilarang terlibat perjudian dalam bentuk apa pun.
Dalam intruksi ini Ketua Umum SH
Terate Pusat Madiun juga berharap: Pertama, bilamana terjadi perkelahian atau
pengeroyokan terhadap warga SH Terate diharap melapor kepada aparat keamanan.
Kedua, bila terjadi perusakan barang milik warga SH Terate (rumah, mobil dll)
harap disikapi dengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih dan jangan
bertindak sendiri sendiri. Laporkan kejadian tersebut ke aparat kepolisian
serta ke SH Terate Pusat Madiun. Ketua Umum SH Terate Pusat akan memperbaiki
dan mengganti kerusakan itu.
Intruksi ini juga disertai sanksi tegas, bagi warga SH Terate yang melanggar, berupa teguran lisan oleh cabang setempat, teguran tertulis oleh cabang dengan tembusan ke pusat dan skorsing yang dilakukan oleh Pusat, baik skorsing dari paseduluran maupun diberhentikan dari organisasi. Intruksi dan sanksi tegas ini dibelakukan bagi warga SH Terate tanpa pandang bulu.
Intruksi ini juga disertai sanksi tegas, bagi warga SH Terate yang melanggar, berupa teguran lisan oleh cabang setempat, teguran tertulis oleh cabang dengan tembusan ke pusat dan skorsing yang dilakukan oleh Pusat, baik skorsing dari paseduluran maupun diberhentikan dari organisasi. Intruksi dan sanksi tegas ini dibelakukan bagi warga SH Terate tanpa pandang bulu.
Sedangkan menyangkut pencintraan
SH Terate dan menjaga kesakralan pakaian SH Terate, Ketua Umum SH Terate Pusat
Madiun mengeluarkan Instruksi bernomor 02/SHT/VIII/2013, tertanggal 29 Agustus
2013, tentang Penggunaan Pakaian Seragam Setia Hati Terate.
Isi intruksi, untuk menjaga kesakralan seragam SH Terate, kepada seluruh warga SH Terate dimanapun berada diinstruksikan bahwa penggunaan atau pemakaian baju sacral, pakaian hitam hitam, sabuk mori putih dengan badge SH Terate hanya diperbolehkan pada : (1) Di bulan Suro atau Muharram (1 bulan tiap tahun). (2) Di acara resmi bila undangan tertulis memakai baju sakral yang disampaikan dan ditandatangani pengurus pusat, cabang, dan ranting untuk acara tirakatan.
Isi intruksi, untuk menjaga kesakralan seragam SH Terate, kepada seluruh warga SH Terate dimanapun berada diinstruksikan bahwa penggunaan atau pemakaian baju sacral, pakaian hitam hitam, sabuk mori putih dengan badge SH Terate hanya diperbolehkan pada : (1) Di bulan Suro atau Muharram (1 bulan tiap tahun). (2) Di acara resmi bila undangan tertulis memakai baju sakral yang disampaikan dan ditandatangani pengurus pusat, cabang, dan ranting untuk acara tirakatan.
(3) Sabuk putih (mori) harus dipakai pada
posisinya dan dilarang digunakan untuk ikat kepala.
Masih terkait upaya SH Terate
andil di bidang Kamtimbas, Ketua Umum SH Terate KRAT H.Tarmadji Boedi Harsono
Adinagoro,SE, telah melontarkan gagasan menjadikan Madiun sebagai KAMPUNG
PESILAT.
Secara harfiah, KAMPUNG PESILAT bisa diartikan sebagai tempat hunian terkecil dalam sebuah wilayah desa atau kelurahan di sebuah negara yang berswasana nyaman, aman, tentram dan damai karena di lingkungan tersebut tinggal pendekar pendekar persilatan berjiwa ksatria, religious, berbudi luhur, berbudaya, cinta damai dan rela berkorban demi untuk menjaga keamanan, ketentraman dan kedamaian lingkungannya. Sosok pendekar yang selalu mengedepankan azas kekeluargaan dan gotong royong dalam mengambil keputusan atau atau dalam menyelesaikan persoalan, demi menjaga kerukunan antar sesama.
Gagasan ini telah dikirim dalam bentuk proposal yang ditujukan Kepada Menpora, Kapolri, Kapolda Jatim, Gubernur Jatim dan pejabat pemegang kebijakan terkait dengan masalah ini.
Secara harfiah, KAMPUNG PESILAT bisa diartikan sebagai tempat hunian terkecil dalam sebuah wilayah desa atau kelurahan di sebuah negara yang berswasana nyaman, aman, tentram dan damai karena di lingkungan tersebut tinggal pendekar pendekar persilatan berjiwa ksatria, religious, berbudi luhur, berbudaya, cinta damai dan rela berkorban demi untuk menjaga keamanan, ketentraman dan kedamaian lingkungannya. Sosok pendekar yang selalu mengedepankan azas kekeluargaan dan gotong royong dalam mengambil keputusan atau atau dalam menyelesaikan persoalan, demi menjaga kerukunan antar sesama.
Gagasan ini telah dikirim dalam bentuk proposal yang ditujukan Kepada Menpora, Kapolri, Kapolda Jatim, Gubernur Jatim dan pejabat pemegang kebijakan terkait dengan masalah ini.
Ø Go
International
Di bawah kepemimpinan
KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adi Nagoro, S.E, Ketua Umum, dibantu Subagyo,SE,
sekretaris umum, kepak sayap perkembangan SH Terate melesat pesat tidak hanya
di dalam negeri, tapi merambah ke luar negeri. Dengan kiat SH Terate Must Go
International, berhasil melambungkan nama SH Terate di kancah percaturan kultur
dan peradaban dunia.
Tercatat ada 6 komisariat luar negeri yang berhasil dikukuhkan. Masing-masing, Komisariat SH Terate Bintulu, Serawak, Malaysia, Komisariat Holland/Belanda, Komisariat Timor Loro Sae, Komisariat Hongkong, Komisariat Moskow dan Komisariat SH Terate di Mesir.
Sementara itu, sejumlah atlet SH Terate juga berhasil meraih prestasi di even laga pencak silat dunia.Patut disyukuri, tokoh pendekar SH Terate, ikut andil mewarnai kepengurusan baik di IPSI maupun keperngurusan di Persilat Dunia.
Pitutur Luhur KRAT.H.TARMADJI BOEDI HARSONO ADI NAGORO,SE : Aja seneng gawe ala ing liyan, apa alane gawe seneng ing liyan. (Jangan suka menyengsarakan orang lain, apa susahnya membahagiakan orang lain).
Tercatat ada 6 komisariat luar negeri yang berhasil dikukuhkan. Masing-masing, Komisariat SH Terate Bintulu, Serawak, Malaysia, Komisariat Holland/Belanda, Komisariat Timor Loro Sae, Komisariat Hongkong, Komisariat Moskow dan Komisariat SH Terate di Mesir.
Sementara itu, sejumlah atlet SH Terate juga berhasil meraih prestasi di even laga pencak silat dunia.Patut disyukuri, tokoh pendekar SH Terate, ikut andil mewarnai kepengurusan baik di IPSI maupun keperngurusan di Persilat Dunia.
Pitutur Luhur KRAT.H.TARMADJI BOEDI HARSONO ADI NAGORO,SE : Aja seneng gawe ala ing liyan, apa alane gawe seneng ing liyan. (Jangan suka menyengsarakan orang lain, apa susahnya membahagiakan orang lain).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar