Sabtu, 19 November 2016

BUKU SEJARAH : PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE DARI CATATAN SINGKAT PERJALANAN HIDUP : KRAT H.Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, SE


BUKU SEJARAH :
PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
DARI CATATAN SINGKAT PERJALANAN HIDUP :
KRAT H.Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, SE




NAMA         : JANATUN NAIM
ALAMAT    : DS.LALANG LUAS,V KOTO,MUKOMUKO,BENGKULU





A.   MASA PERINTISAN (Tahun 1922 – Tahun 1952)
Ø  Tahun 1922
Cikal bakal Setia Hati Terate adalah Setia Hati Pemuda Sport Club (SHPSC), perguruan pencak silat yang didirikan oleh Bapak Hardjo Oetomo, warga Desa Pilangbango, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, pada tahun 1922. Beliau merupakan murid dari Ki Ngabehi Soerodiwirjo, pendiri aliran pencak silat Setia Hati (SH – lebih dikenal dengan nama SH Winongo), yang berpusat di Desa Winongo, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun.Desa Pilangbango pada era pemerintahan Kolonial Belanda merupakan sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Wungu, Madiun (sekarang Desa Pilangbango berubah status menjadi kelurahan, masuk wilayah Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun).Pada awal perintisan, SH PSC hanya berupa tempat latihan pencak silat yang diikuti oleh sejumlah pemuda dan teman seperjuangan Pak Hardjo Oetomo. Berbekal ilmu pencak silat Djojo Gendilo Ciptomuljo, ciptaan Ki Ngabehi saat beliau berguru di SH Winogo, beliau mengumpulkan pemuda setempat untuk digembleng ilmu kanuragan.Dokumen yang dimiliki KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE, Ketua Umum Setia Hati Terate Pusat Madiun, menyebutkan, latihan pencak yang digelar Pak Hardjo Oetomo saat itu, secara implisit diformat sebagai ajang pembekalan (basis) pemuda untuk melawan penjajahan Belanda.Jiwa patriotisme yang berada di dalam dada beliau tidak rela tanah air tercinta dijajah bangsa lain.


Demi memenuhi dharma bhakti kepada bumi pertiwi, setelah membuka tempat latihan di Pilangbango, beliau juga membuka tempat letihan pencak silat di daerah lain, seperti Loceret-Nganjuk, Pare-Kediri dan beberapa kota lain di Jatim.Kajian data hasil penelusuran yang besumber dari catatan pribadi (buku harian) yang ditulis sendiri oleh Bapak Hardjo Oetomo, juga menyebutkan, beliau membuka latihan pencak silat dengan niat mulia. Yakni, mengembangkan ilmu pencak SH ke masyarakat kecil (rakyat jelata) dan para pejuang perintis kemerdekaan. Sebelumnya, ada kecenderungan ilmu pencak SH diajarkan kepada kaum bangsawan. Sebut misalnya, kerabat Bupati, Wedana, Mantri Polisi dan masyarakat bedarah biru atau kaum bangsawan. Dalam stratafikasi sosial masyarakat Jawa, komunitas kaum bangsawan ini biasanya memakai gelar Raden (R) di depan namanya. Misalnya, Raden Mas (RM), Raden Ajeng (RA), Raden Bagus (RB), atau juga Kanjeng Raden Arya Tumenggung (KRAT). Sejumlah dokumen menyebutkan, terdapat beberapa alasan mendasar yang memantik niat Ki Hadjar Hardjo Oetomo membuka latihan dan mendirikan perguruan pencak silat “baru”. Yakni, terjadi silang pendapat cukup prinsip antara beliau dengan Ki Ngabehi Soerodiwirjo.  Selain alasan tersebut di atas, Hardjo Oetomo tidak sependapat jika ilmu SH diajarkan kepada anak anak Belanda. Sebab hal itu bertentangan dengan prinsip beliau, yang ingin menjadikan pencak silat, sebagai basis pelatihan pemuda dalam rangka menyusun kekuatan melawan penjajah. Ditengarai, lantaran keberanian Hardjo Oetomo membuka tempat latihan baru ini, beliau dan siswanya sempat diolok-olok sebagai kelompok “SH Murtad”. Artinya tidak setia atau ingkar.
Ø  Tahun 1924
Bapak Hardjo Oetomo baru memberi nama latihan pencak silat yang didirikan itu pada tahun 1924, dengan nama Setia Hati Pemuda Sport Club. Nama itu disingkat oleh beliau sendiri dengan singkatan SH PSC. Itu setelah beliau bertemu dan berdiskusi dengan Amin Kuseri, seorang guru SR (sekolah rakjat) di Pare, Kediri. Di tempat ini, beliau juga sempat membuka tempat latihan. Dalam buku hariannya itu, beliau menandaskan, sekalipun pemberian nama perguruan pencak silat SH PSC terjadi di Pare, Kediri, pusatnya tetap berada di Pilangbango, Madiun, kediaman beliau. Tradisi komunikasi sosial yang dikembangkan di awal berdirinya SH PSC adalah “paguron” (perguruan pencak silat), dengan sistem kepemimpinan paternalisme (pola kepemimpinan yang menempatkan sosok patron (tokoh) atau guru berada pada posisi puncak atau pucuk pimpinan. Selain dijadikan ajang olah kanuragan, SH PSC secara implisit diformat menjadi basis pelatihan dan pendadaran pemuda dalam pergerakan menentang penjajahan Belanda. Karenanya, meski baru seusia jagung, SH PSC diawasi ketat oleh Pemerintah Kolonial Belanda.Catatan singkat sejarah perjuangan Hardjo Oetomo, yang ditulis oleh istri beliau, Ibu. Inem Hardjo Oetomo, disebutkan, pada tahun 1924, beliau ditangkap Belanda karena melakukan gerakan menentang Pemerintah Kolonial Belanda di Madiun dan dihukum selama 3 (tiga bulan). Hukuman itu dijalankan di Talang, Djember (Jember).
Ø Tahun 1925
Pak Hardjo Oetomo ditangkap lagi dan dipenjara selama 6 bulan. Istri beliau, saat itu juga ikut ditangkap dan di bawa ke Bereau Velpolitie. Tapi dipulangkan lagi setelah menjalani interograsi dan menandatangani berkas perkara pemeriksaan. Selang tiga bulan berada di penjara Pemerintah Kolonial Belanda, beliau dipanggil dan dibawa ke pengadilan (landraad) Belanda dengan tuduhan merencanakan aksi pemogokan dan menentang kebijakan peperintah kolonial di dalam penjara. Sidang mejelis hakim Pemerintah Kolonial Belanda memutuskan, Pak Hardjo Oetomo divonis hukuman penjara selama 5 tahun. Vonis penjara 5 (lima) tahun itu dijalankan setelah Bapak Hardjo Oetomo menyelesaikan masa hukuman enam bulan di Talang, Jember. Berdasarkan putusan itu pula beliau dipindahkan dari penjara Talang, Jember ke penjara Tjipinang (Cipinang). Dua tahun berada di dalam penjara Cipinang, Bapak Hardjo Oetmo, kembali melakukan gerakan melawan kebijakan penjajah. Karenanya, Pemerintah Kolonial Belanda mengambil langkah mengasingkan beliau ke penjara Padang Panjang (Sumatera). Catatan itu juga menyebutkan, beliau sebenarnya sudah masuk dalam deretan nama-nama pejuang Perintis Kemerdekaan RI yang akan dibuang ke Boven Digul. Tapi hukuman itu urung dijalankan karena dia sudah menjalani hukuman selama 3 tahun di penjara Padang Pandjang. Catatan ringkas perjalanan SH Terate yang dibuat oleh Bapak Darsono Hardjendro (wakil ketua SH Terate di tahun 1948), menyebutkan, sekembali dari penjara Padang Pandjang, kehidupan Pak Hardjo Oetomo cukup menderita. Untuk menopang kehidupan rumah tangga, beliau sempat berganti-ganti berprofesi. Antara lain, menjadi mandor pabrik tenun, pukrul (pengacara). Bahkan pernah menjadi wartawan dan menerbitkan media masa (surat kabar atau koran). Surat kabar yang didirikan Hardjo Oetomo berbentuk mingguan (tabloid) yang diberi nama “KEINSYAFAN RAKJAT”. Di media ini belaiau menjabat sebagai Pemimpin Redaksi. Tapi tidak lama kemudian, Mingguan KEINSYAFAN RAKYAT diberedel (dilarang terbit) oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Alasannya, media itu dijadikan alat propaganda pergerakan menentang penjajahan di tanah air tercinta. Setelah upaya pemberedelan tabloid tersebut, gerak gerik Pak Hardjo Oetomo terus diawasi. Bahkan, untuk memperketat pengawasan, Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan pos penjagaan di depan rumah beliau di Pilangbango. Mamasuki tahun 1938, kondisi phisik Pak Hardjo Oetomo mulai menurun. Dia menderita sakit stroke dan separo badannya tak bisa digerakkan. Karena keterbatasan itu, kegiatan SH PSC diamanatkan kepada sejumlah siswanya. Konsep kepemimpinan kolektif kolegial atau team work mulai dikembangkan, guna mengisi kevacuman posisi tampuk pimpinan.
Ø  Tahun 1942
Pada masa pendudukan Jepang, tahun 1942, SH PSC berganti nama menjadi Setia Hati Terate (SH Terate). Nama ini merupakan usulan Soeratno Sorengpati, tokoh perintis kemerdekaan dari Indonesia Muda, salah satu siswa SH Terate saat itu. Salah satu alasan yang mendasari pergantian nama itu, antara lain, agar SH PSC tidak lagi dicap sebagai pemberontak seperti pada zaman penjajahan Belanda.Sekalipun sudah berubah nama menjadi SH Terate, konsep komunikasi yang dikembangkan di kalangan warga SH Terate, pada era ini, masih tetap memakai konsep “paguron” (perguruan) pencak silat. Hirarki kepemimpinan masih dipegang guru, dalam hal ini Pak Hardjo Oetomo.
Ø  Tahun 1948
Atas izin Pak Hardjo Oetomo, pada bulan Juli 1948, digelar konferensi (musyawarah antar warga SH Terate) di kediaman beliau di Pilangbango, Madiun. Sejumlah murid beliau mulai tampil ke depan. Sebut, misalnya, Bapak Soetomo Mangkoedjojo, Bapak Darsono, Bapak Soemadji, Badini dan Irsad. Saat ini beliau dalam kondisi sakit. Separo badannya tak bisa digerakkan. Temu kadang tersebut melahirkan mufakat, bahwa kegiatan SH Terate harus tetap berjalan dan berkembang. Karena beliau sudah tidak bisa melakukan aktivitas, kegiatan latihan pencak silat mulai diamanatkan kepada murid muridnya. Kemudian, digagas perubahan sistem komunikasi di tubuh SH Terate. Yakni, dari sistem perguruan pencak silat ke sistem organisasi persaudaraan.
Ø  tahun 1950
Ki Hadjar Hardjo Oetomo, mendapat pengakuan danpenghargaan dari pemerintah Ri sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan RI. Penghargaan ini diberikan atas jasa beliau berjuang melawan Belanda.
Ø  Tahun 1952
Pada tanggal 12 April 1952 Ki Hadjar Hardjo Oetomo wafat dan jenazahnya dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Kelurahan Pilangbango, Madiun.Ki Hadjar Hardjo Oetomo meninggalkan seorang istri, Ny. Inem dan dua orang putra yang diberi nama Harsono dan Harsini. Baik istri maupun putra beliau, Harsono, saat buku ini disusun Th 2013, sudah wafat. Jenazah Harsono, putra Ki Hadjar dimakamkan di lokasi pemakaman yang sama.
Keberadaan Pak Hardjo Oetomo sebagai pendiri, sekaligus pelatih atau guru pencak silat, menduduki posisi patron. Karena posisinya ini, beliau cukup disegani dan dihormati, murid-muridnya.
Penghormatan itu kemudian diwujudkan dengan penghargaan, berupa julukan (gelar) “Ki Hadjar” (diambil dari akar kata dalam bhs Jawa: “ajar” yang artinya pelatih atau pendidik, pengajar.). Dalam perkembangannya, nama pendiri SH Terate disebut lengkap dengan gelarnya. Yaitu, Ki Hadjar Hardjo Oetomo.




B. MASA TRANSISI (Tahun 1953 – Tahun 1980)
Ø  Tahun 1953
Pasca wafatnya Ki Hadjar Hardjo Oetomo, kegiatan SH Terate diteruskan para siswanya. Jumlah anggota yang ikut bergabung, satu demi satu mulai bertambah searah perjalanan waktu. Era kemerdekaan bergulir pelan tapi pasti dan kegiatan SH Terate yang pada masa kolonial diawasi dan dibatasi, ikut merdeka. Ruang gerak warga masyarakat dalam mengembangkan kreativitas, terbuka lebar. Belenggu kolonialisme tak lagi ada, berganti era harapan baru untuk berjuang demi mengisi kemerdekaan.
Sejalan dengan itu, mulai muncul pemikiran tentang format penataan program kegiatan. Posisi “guru” atau pemimpin SH Terate yang vakum setelah Ki Hadjar Hardjo Oetomo wafat, sudah selayaknya diisi. Gagasan perubahan sistem komunikasi di tubuh SH Terate yang pernah dibicarakan dalam konferensi di Pilangbango pada tahun 1948, semakin mengerucut. Puncaknya pada tanggal 13 September 1953, dengan digelarnya konferensi SH Terate Jl. Diponegoro No.45 Madiun, kediaman Bapak Soetomo Mangkoedjojo.
Konferensi SH Terate saat itu menelorkan sejumlah keputusan penting, antara lain:
  1. Menyusun Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) SH Terate yang pertama.
  2. Mengangkat Bapak Soetomo Mangkoedjojo sebagai Ketua SH Terate Pusat.
  3. Untuk menghargai jasa Hardjo Oetomo yang telah berjuang mendirikan perguruan pencak silat ini, SH Terate memberikan gelar kehormatan kepada beliau dengan Ki Hadjar.
  4. Istri beliau, Ibu Inem Hardjo Oetomo diposisikan sebagai Ibu SH Terate.
  5. Sementara itu, untuk lebih mengefektifkan program latihan pencak SH Terate, Bapak Santoso dan Pak Badini diangkat sebagai pelatih.
Mengapa langkah pembaharuan itu ditempuh? Alasannya, pertama agar SH Terate mampu mensejajarkan kiprahnya dengan perubahan zaman dan pergeseran nilai-nilai komunitas yang melingkupinya. Dengan adanya perubahan system komunikasi di tubuh SH Terate dari “paguron” atau “perguruan” menjadi organisasi yang bertumpu pada “sistem persaudaraan”, berarti gaung pembaharuan telah diluncurkan dan proses perubahan telah digelar. Yakni perubahan roh organisasi dari sistem tradisional ke sistem organisasi modern. Dengan konsep ini, kelak SH Terate diharapkan mampu menjawab tantangan kehidupan yang semakin kompleks.
Alasan kedua; agar SH Terate tidak dikuasai dan bergantung pada orang-perorang, sehingga kelangsungan hidup organisasi dan kelestariannya lebih terjamin. Meski roh organisasi sudah bergeser dari perguruan pencak silat berubah jadi organisasi persaudaraan, namun dalam konsepsi keilmuan (idealisme), tradisi paguron masih tetap dipertahankan. Ini mengingat bahwa SH Terate lahir dari akar budaya pencak silat yang tetap ngugemi prinsip prinsip patrialisme.
Lain kata, konsepsi demokratisasi lebih dikedepankan dalam penataan organisasi. Sementara dalam prosesi pewarisan keilmuan, tradisi paguron atau perguruan pencak silat masih dipegang teguh oleh tokoh tokoh SH Terate. Dan ini, harus diakui, terus dipertahankan turun temurun, hingga era kepemimpinan RM Imam Kesoepangat dan era kepemimpinan KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE. Sebab berdasarkan kajian empiris, tradisi paguron ini justru merupakan roh yang memberikan kekuatan nilai nilai persaudaraan dan kesetia-hatian (ke-SH-an).
Terpilihnya Bapak Soetomo Mangkoedjojo sebagai Ketua Pusat SH Terate pada periode ini, merupakan pilihan yang tepat. Pak Tomo dikenal sebagai tokoh yang cukup arif dan bijaksana. Sosoknya tinggi, tegap dan penampilannya berwibawa. Beliau juga setia dan tegas dalam mengambil keputusan serta teguh dalam memegang prinsip. Satu lagi, pandangannya cukup luas dan terbuka. Beberapa sumber yang berhasil ditemui menuturkan, di balik sosok tinggi dan tegap yang dimiliki beliau, tersembunyi kesantunan kepada sesama.
Pitutur Luhur Soetomo Mangkoedjojo: Wong SH Terate kuwi, yen ana sedulure teka, mbuh bengi mbuh awan, bukakna lawang sing amba.Sebab tekane sedulurmu iku mau, jalaran saka tresna dan mesti ana wigati. (Warga SH Terate itu, jika ada saudaranya dat
ang, entah itu siang entah malam, bukakan pintu lebar lebar.Sebab kehadiran saudaramu itu karena dorongan rasa cinta, dan kehadirannya pasti membawa berkah).
Nasihat ini disampaikan langsung oleh Soetomo Mangkoedjojo kepada Mas Tarmadji, saat beliau bertamu malam hari ke rumah Mas Tarmadji.
Ø  Tahun 1956
Dalam tahun 1956, karena Bapak Soetomo Mangkoedjojo pindah tugas dari BRI Cabang Madiun ke BRI Surabaya (Kaliasin), jabatan Ketua SH Terate digantikan Pak Irsyad. Sedangkan jabatan sekretaris dipegang Pak Soedarsono.
Pak Irsyad dikenal sebagai pendekar yang menguasai teknik beladiri cukup matang. Pada era kepemimpinan beliau ini, dilakukan penggalian teknik dan akurasi gerakan pencak silat. Beberapa gerakan jurus SH dicermati dan dikaji ulang. Gerakan, terutama pada serangan yang menurut keyakinannya lemah, dicoba untuk lebih diakurasikan.
Pendalaman, penelitian dan kajian yang dilakukan Pak Irsyad ini, melahirkan sejumlah gerakan teknik yang kemudian dipakai untuk mengakurasikan beberapa gerakan jurus di SH Terate.
Pada saat Pak Irsad menjadi ketua pusat, setelah beliau melakukan uji materi dan pendalaman akurasi jurus, lahir sejumlah temuan :
  1. Beberapa gerakan jurus, sebut misalnya, Jurus 1 sampai dengan Jurus 4, diakurasikan. Terutama pada gerakan serangan. Sebelumnya pukulan pada Jurus 1 adalah Mbandul, diakurasikan menjadi menohok. Kemudian gerak colok yang semula hanya dengan dua jari, diakurasikan dengan lima jari yang dirapatkan hingga makin bertenaga. Gerakan jurus lain yang disempurnakan adalah jurus delapan. Yaitu dengan perubahan pasangan nangkis dan tendangan dua kali.
  2. Sementara untuk mendasari gerakan siswa SH Terate, Pak Irsyad menciptakan gerakan senam dari senam 1 (satu) hingga senam 90 (sembilan puluh).
  3. Pada era kepemimpinan Pak Irsyad ini juga lahir keputusan penting lainnya. Yakni, penciptaan Kode Pendekar SH Terate. Beliau sendiri yang menciptakan. Salah satu alasan penciptaan Kode Pendekar, karena jumlah warga SH Terate saat itu sudah mulai banyak, sehingga di antara warga mulai tidak saling mengenal karena beda tempat latihan dan pengesahan.
Dengan Kode Pendekar SH Terate ini, seorang warga bisa melakukan deteksi secara akurat, apakah orang yang baru dikenal itu warga SH Terate atau bukan. Sambil berbasa basi, misalnya, dia secara diam diam memberikan Kode Pendekar SH Terate kepada orang yang baru dikenalnya. Jika kode itu dijawab dengan tepat, berarti orang yang baru dikenalnya itu warga SH Terate. Sudah barang tentu, karena bertemu saudara seperguruan, kedua orang yang baru saling mengenal itupun berangkulan. Menyatu dalam rasa, seakan tak ada lagi sekat diantara mereka.
Selain itu, Kode Pendekar SH Terate juga bisa digunakan untuk mendeteksi, apakah seseorang yang mengaku sebagai warga SH Terate, benar benar warga atau bukan (warga awu awu alias bohong).
Kode Pendekar SH Terate yang diciptakan Pak Irsyad tersebut sampai sekarang masih digunakan dan diberikan kepada anggota SH Terate yang sudah disyahkan menjadi warga.
Penciptaan senam dan penyempurnaan jurus ini juga diyakini agar SH Terate tidak lagi diperolok sebagai “SH Murtad” oleh sekelompok orang yang merasa memiliki atau merasa sebagai ahli waris (trah) SH yang didirikan Ki Ngabehi Soerodiwirjo.
Salah seorang murid Pak Irsyad yang langsung menerima pelajaran senam 1 (satu) sampai dengan 90 (sembilan puluh) dan pendalaman akurasi jurus, adalah RM Imam Koesoepangat.
RM Imam Koesoepangat, lebih akrab dengan panggilan Mas Imam, mulai latihan SH Terate tahun 1953. Selama tiga tahun beliau berlatih di bawah asuhan langsung Pak Irsyad. Boleh dibilang, pendalaman teknik dan akurasi jurus serta senam yang dilakukan pada era kepemimpian beliau diajarkan kepada Mas Imam. Mas Imam disyahkan penjadi Pendekar SH Terate pada tahun 1958.
Dalam perkembangannya, anak didik langsung Pak Irsyad yang satu ini, muncul sebagai tokoh yang cukup diperhitungkan.
Ø  Tahun 1959
Tahun 1959, Mas Imam, panggilan akrab RM Imam Koesoepangat, mulai melatih. Mas Tarmadji (sekarang Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun) adalah anak didik langsung RM Imam Koesoepangat. Menurut penuturan Mas Tarmadji, beliau adalah sosok pendekar yang santun dan berwibawa. Jika melatih di depan siswanya, beliau cukup tegas, keras dan disiplin. Ucapan dan perilakunya konsisten. Jika bilang A maka yang beliau lakukan juga A.
Selama Mas Madji (panggilan akrab Tarmadji) dilatih beliau, senam dan jurus yang diajarkan beliau adalah senam dan jurus yang sampai sekarang diajarkan kepada siswa SH Terate. Sejak saat itu pula, gerakan yang diberikan kepada siswa SH Terate adalah gerakan senam dan jurus yang diberikan Pak Irsyad kepada Mas Imam, dan diturunkan kepada siswa beliau.
Dalam perkembangannya, senam dan akurasi jurus pada era Pak Irsyad ini yang akhirnya dijadikan gerakan baku pencak silat SH Terate.
Ø  Tahun 1960
Pada kisaran tahun 1960 Pak Irsyad mengakhiri masa jabatan sebagai Ketua SH Terate dan pindah tempat tinggal ke Bandung. Sebagai gantinya, Bapak Santoso, diangkat sebagai Ketua Pusat SH Terate.
Kesaksian Mas Madji, pada tahun 1961 beliau sempat datang ke tempat Bapak Santoso. Saat itu digelar acara pengesahan warga baru. Pak Santoso saat itu menjabat sebagai Ketua SH Terate. Pada pereode ini, sekalipun tetap ada pengesahan warga baru, namun jumlahnya relativ kecil.
Ø  Tahun 1961
Mas Tarmadji berpasangan dengan Abdullah Koesnowidjojo mengikuti pertandingan pencak silat seni dan keluar sebagai juara I se Jawa Timur untuk kategori kanak kanak. Prestasi ini kembali diraih pada tahun 1963, untuk kategori remaja.
Ø  tahun 1963
untuk pertamakalinya dikumandangkan Mars SH Terate pada acara Pagelaran Seni Budaya di Gedung Bioskop Basuki Jl. Sulawesi (sekarang Tegel Dewasa). Syair Mars SH Terate digubah oleh RM. Imam Koesoepangat, sedangkan arensemennya dikerjakan Ady Yasco.
Saat itu Mas Imam berpesan: Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia, pemersatu bangsa Indonesia. Kalau Pancasila dirubah, Mas Imam mengaku tidak rela dan akan mempertahankan bersama sama dengan pendekar SH Terate.
Ø  Tahun 1963
RM Imam Koesoepangat berhasil mengesahkan anak didik pertama. Yakni, Tarmadji (sekartang menjabat sebagai Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun), Abdullah Koesno Widjojo, Soediro, Bibit Soekadi, Soedarso, Soedibyo, Soemarsono dan Bambang Tunggul Wulung. Dari kedelapan anak didik pertama Mas Imam ini, hingga buku ini ditulis tahun 2013, yang masih hidup tinggal dua orang. Mereka adalah, Tarmadji dan Soedibyo (tinggal di Jakarta).
Perlu ditegaskan lagi, Mas Tarmadji adalah anak didik langsung Mas Imam. Sejak latihan dan disyahkan, pelajaran pencak silat yang diterima dari Mas Imam saat itu adalah pelajaran pencak yang sudah disempurnakan pada era Pak Irsad. Yakni, senam 1 (satu) sampai dengan 90 (Sembilan puluh). Jurus yang sudah disempurnakan, pasangan, kemudian sambung persaudaraan.
Maknanya, sejak Mas Imam melatih, hingga beliau memimpin SH Terate, yang diajarkan beliau adalah senam dan jurus baru. Sedangkan jurus lama tidak lagi digunakan. Sebab, seperti yang dipesankan Mas Imam kepada Mas Madji, jurus Djoyo Gendilo Ciptomulyo itu miliknya SH Winongo.
Di sela sela pelajaran itu diberikan permainan kripen, permainan toya. Terakhir dididik kerokhanian atau kebatinan. Istilahnya ilmu “kang aweh reseping ati(ketenangan batin). Kemudian berkembang lagi ada pelajaran osdower. Sementara itu, bagi saudara saudara kadang SH Terate yang mempelajari ilmu kebatinan dan kanuragaan, ibaratnya ngelmu amrih dibacok ora tedas (mempelajari ilmu kekebalan), ditembak lakak lakak (ditembak malah tertawa), tidak pernah dipermasalahkan, dengan catatan, ilmu yang dipelajari itu dipergunakan hanya untuk pengayaan keilmuan secara pribadi dan tidak memasukkannya ke kurikulum pelajaran keilmuan di SH Terate.
Ø  tahun 1963
ada peristiwa penting yang patut disampaikan dalam buku ini. Pasalnya, momen ini dipandang sebagai tonggak penguat perkembangan SH Terate. Yaitu, turunnya para pendekar SH Terate ke gelanggang Adu Bebas. Gelanggang Adu bebas pada tahun enam puluhan merupakan even bergengsi, bagi pendekar persilatan di Madiun dan sekitarnya. Even ini merupakan arena pertandingan kelas laga dengan sistem full body contact (pertarungan antar pesilat tanpa pelindung). Boleh di bilang even ini, merupakan ajang perkelahian para pendekar pilih tanding yang diatur dengan sistem pertandingan dan ditonton orang banyak. Dulu, selain dijadikan ajang pamer kesaktian even yang digelar setahun sekali di halaman Karesidenan Madiun ini, juga dijadikan media promosi perguruan pencak silat untuk menggaet peminat. Fakta empiris, perguruan pencak silat yang berhasil memenangkan pertandingan, jumlah muridnya pasti akan semakin banyak. Saat itu, RM Imam Koesopangat jadi jagonya SH Terate, disampingi Parno Ramelan danSudarso.
Di arena laga bebas itu Mas Imam berhadapan dengan Kyai Soekoco dari SH Tuhu Tekad, Sewulan, Dagangan. Seorang pendekar yang dikenal digdaya dengan postur tubuh yang jauh lebih tinggi jika dibanding Mas Imam. Selain itu, Kyai Soekoco ini juga dikenal pendekar pilih tanding dan berpengalaman serta beberapa kali memenangkan aven adu bebas.
Menurut Mas Madji, sebenarnya saat itu beliau juga berniat ikut turun ke gelanggang. Tapi Mas Imam tidak menghizinkan.
Alasannya, usianya masih terlalu muda. Beliau hanya ditugasi membawa keris Kyai Luwuk, dan dipesan agar keris itu tidak pindah tangan selama Mas Imam bertanding. Awalnya, sejumlah tokoh SH Terate meragukan kemampuan Mas Imam. Tapi terbukti beliau berhasil mematahkan keraguan saudara saudara SH Terate. Pada ronde ronde awal, laga berlangsung seru. Kedua pendekar itu bertanding cukup imbang. Beberapa kali tendangan dan pukulan Mas Imam mengenai tubuh Kyai Koco cukup telak. Tapi Kyai Koco, hanya menanggapi dengan senyum. Pertanda, Kyai Koco seorang pendekar yang kebal. Memasuki ronde terakhir, Mas Imam berhasil mengunci tubuh Kyai Koco. Saat itu juga, Mas Imam berteriak agar wasit juri melakukan penghitungan. Meski, berupaya melepaskan diri dari kuncian, Kyai Koco tak berhasil. Akhirnya dewan juri memutuskan, pertandingan itu dimenangkan oleh Mas Imam.
Ø  Tahun 1965
Mas Imam menjadi Ketua Banteng Dwikora. Namun saat itu, beliau berpesan pada Mas Tarmadji, bahwa keikutsertaan beliau dalam dunia politik praktis dan menjabat sebagai Ketua Banteng Dwikora sudah masuk wilayah pribadi dan beliau sendiri tidak membawa SH Terate ke dalam pilihan ideologi politiknya. Pada periode 1960 – 1965, bisa dikatakan sebagai masa sulit bagi perkembangan SH Terate. Sedikit sekali dokumen yang ditinggalkan pada masa ini. Malah bisa dikatakan langka. Secara umum juga diakui sebagai masa suram bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena terjadinya pergolakan politik yang mengguncang stabilitas nasional.
Ø  Tahun 1966
Dokumen administrasi SH Terate menyebutkan, pada tanggal 11 Agustus, tahun 1966, digelar rapat pengurus pusat SH Terate di Madiun. Hasilnya, untuk menyelamatkan SH Terate, pasca terjadi peristiwa Pemberontakan G 30 S PKI, dipandang perlu melakukan refresing pengurus. Refresing pengurus ini, berdasarkan Surat Intruksi bernomor 006/Sec/SHT/66 yang ditandatangani Ketua I SH Terate Soetomo Mangkoedjojo dan Sekretaris R. Koeswanto BA, tidak hanya dilakukan di pusat Madiun, akan tetapi juga dilakukan di cabang. Pada tahun ini, Bapak Soetomo Mangkoedjojo, kembali diangkat sebagai Ketua SH Terate. Sedangkan Wakil Ketua II dan III, masing-masing dijabat Bapak Harsono dan RM. Imam Koesoepangat. Keputusan penting lain yang dihasilkan pada rapat pengurus pusat ini adalah, SH Terate bersikap netral dan membebaskan diri dari kepentingan politik praktis. Sementara, di sektor program pembinaan siswa, diangkat tiga orang untuk menduduki Dewan Pelatih SH Terate. Mereka adalah, Pak Badini, Pak Harsono dan RM. Imam Koesoepangat.
Ø  Tahun 1967.
RM Imam Koesoepangat mesu budi (tirakat atau laku ikhtiar), melakukan puasa selama 7 (tujuh) hari tujuh malam di dalam kamar. Kecintaan beliau pada SH Terate mendorong Mas Imam meninggalkan kesenangan pribadi dan gemar melakukan tirakatan. Sebelum masuk ke dalam kamar, Mas Imam meminta Mas Tarmadji menjaga di depan pintu. Saat itu beliau berpesan kalau di hari ke-7 (tujuh) beliau tidak keluar, Mas Tarmadji diminta mendobrak pintu kamar dan masuk ke dalam.
Tapat pada hari ake-7, Mas Imam keluar kamar dengan kondisi sempoyongan. Dengan suara terbata bata, beliau meminta Mas Madji mencarikan air kunir asam untuk minum. Beberapa saat setelah meminum air kunir asam, beliau berkata, “NJenengan eling eling Dik,
njenengan titeni. mBenjingtiti wancine SH Terate ageng Dik. Ning kula mboten memoni. Mbenjing sing nemoni Dik Madji. Sing mimpin njih Dik Madji. Ageng Dik, ngluwihi paguron paguron liyane. (Kamu ingat ingat ya Dik. Kamu perhatikan. Besok jika sudah sampai waktunya, SH Terate bakal berkembang pesat menjadi besar. Tapi saya tidak melihat. Besok yang melihat Dik Madji. Yang memimpin juga Dik Madji. SH Terate besar Dik, melebihi perguruan pecak silat lainnya). Menurut Mas Madji, beliau hanya diam mendengar ungkapan Mas Imam saat itu. Beliau tidak begitu paham apa maksud ungkapan Mas Imam tersebut. “Saat itu, saya hanya berpikir Mas Imam berkata seperti itu hanya untuk membesarkan hati saya,” ujar Mas Madji. Hari hari berikutnya, Mas Madji sering diajak menemani Mas Imam laku tirakat. Banyak lokasi ritual yang dikunjungi. Dari Segara Kidul (Laut Selatan), Harga Dumilah di Puncak G. Lawu hingga ke Gunung Srandil. Namun terkait ini Mas Madji menegaskan, laku tirakat atau tapa brata yang dilakukan RM Imam Koesoepangat, lebih ditikberatkan pada laku pribadi, sebagai pengayaan keilmuan pribadi Mas Imam sendiri dan beliau juga tidak pernah memaksakan diri untuk memasukkannya ke kurikulum pelajaran di SH Terate.


Ø  Tahun 1968
Mas Tarmadji berpasangan dengan Sutarto mengikuti seleksi Pra PON.Tahun berikutnya berhasil jadi Juara III PON VII.Sebelumnya juga berhasil meraih Juara I pada even pencak silat seni di Jember.
Ø  Tahun 1974
Pada tahun ini Bapak Soetomo Mengkoedjojo menyelesaikan masa bhakti sebagai Ketua SH Terate. Perkembangan SH Terate mulai melebar ke luar wilayah Madiun. Tercacat, (5) cabang didirikan. Antara lain: Magetan, Surabaya, Mojokerto, Yogyakarta, dan Solo.
Satu momentun penting yang dilahirkan pada priode kepemimpijan Pak Soetomo Manghkoedjojo ini adalah proses pembaruan menuju perubahan yang lebih baik. Sebuah proses yang diakui menjadi pondasi perkembangan SH Terate, yang semula berbentuk perguruan menjadi organisasi persaudaraan.
Ø  Tahun 1974
digelar Konggres Persaudaraan Setia Hati Terate, di Madiun. Hasilnya, menjunjung tinggi konsep persaudaraan sebagai roh organisasi dan menjunjung tinggi nilai nilai persaudaraan dalam menyelesaikan setiap persoalan yang muncul di intern SH Terate. Konggres juga sepakat:
  1. Mengangkat RM. Imam Koesoepangat sebagai ketua pusat dan Bapak Soetomo Mangkoedjojo sebagai dewan pusat.
  2. Menjadikan kedaulatan tertinggi organisasi di tangan anggota dan selanjutnya dapat disuarakan lewat wakilnya dalam setiap konggres.
  3. SH Terate berikrar: Barang siapa mengganggu gugat Pancasila, seluruh Keluarga Besar Persaudaraan Setia Hati Terate siap mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara RI, sampai titik darah penghabisan.
Ø  Pada tanggal 14 Desember tahun 1975
Bapak Soetomo Mangkoedjojo wafat. Jenazahbeliau dimakamkan di Tempat Pemakaman Cangkring, Kota Madiun. Lokasi makam ini sekitar 500 meter sebelah barat Stadion Wilis Kota Madiun.
Ø  Tahun 1977
Pada tahun 1977, SH Terate kembali menggelar konggres di Madiun. Konggres ini menelorkan sejumlah keputusan. Antara lain, mengangkat Bapak Badini sebagai ketua SH Terate Pusat Madiun. Sedangkan RM Imam Koesoepangat menduduki jabatan Dewan Pusat. Pada periode ini, KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro, SE, mulai diserahi amanah untuk menduduki jabatan di jajaran ketua. Yaitu, sebagai Ketua I.
Saat itu, meskipun jabatan Ketua Pusat dipegang Pak Badini, untuk urusan pengesahan warga baru Mas Imam selalu dipasrahi untuk memimpin acara. Pak Badini dikenal sebagai seorang pendekar SH Terate yang berbakat dalam permainan tunggal (solospel). Gerakannya cukup matang, luwes, indah dan berisi. Saat menjadi Ketua SH Terate, beliau masih tetap mau turun ke bawah, ikut melatih siswa maupun warga yang ingin menguasai permainan pencak seni SH Terate.
Saat Ir. Soekarno menjabat Presiden RI, Pak Badini dipanggil ke Istana untuk memperagakan pencak silat seni berpasangan dengan Bapak Hardjo Mardjut.
Ø  Tahun 1978
SH Terate sempat mengalami defisit kas organisasi. Bahkan punya tanggungan hutang. Berdasarkan kesepakatan pengurus pusat, Mas Tarmadji yang saat itu menjabat sebagai Ketua I, diminta mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah ini. Mengemban amanat pungurus pusat Mas Tarmadji mengajukan sejumlah langkah alternatif yang diyakini bisa dijadikan solusi. Salah satunya,
Ø  Tahun 1978
mengusulkan perubahan uang mahar pengesahan yang tadinya berupa uang logam yang sudah tidak laku (Ketengan atau Benggolan), menjadi uang laku yang digunakan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Berdasarkan keterangan dari sejumlah tokoh SH Terate, dulu jika calon warga membutuhkan uang logam ketengan atau benggolan untuk mahar, mereka bisa mendapatkan dari Ibu Inem Hardjo Oetomo. Caranya, menukar uang logam lama itu dengan uang baru yang berlaku. Selain digunakan untuk mendukung kegiatan SH Terate, hasil penukaran uang mahar itu juga digunakan untuk membantu kehidupan Ibu Hardjo Oetomo, sebagai bentuk penghargaan warga atas jasa beliau mendirikan perguruan pencak silat ini.
Usulan Mas Tarmadji merubah uang mahar ini semula dianggap kontroversial dan memancing perdebatan di kalangan pengurus SH Terate Pusat. Banyak tokoh SH Terate kurang sependapat. Malah, beliau sempat dipanggil sejumlah tokoh SH Terate di Surabaya. Antara lain, Darmo Sanjoto, Ricard Wahyudi, Maryono dan Pak Isoyo. Saya diminta memberikan alasan atas usulan itu. Di hadapan tokoh tersebut, dijelaskan alasan mendasar kenapa beliau berani mengajukan usulan penggantian uang mahar dari yang tadinya berbentuk uang logam yang sudah tidak laku menjadi uang logam yang laku.
Alasan ini cukup mendasar. Sebab, SH Terate sudah memproklamirkan dirinya dari perguruan pencak silat tradisional menjadi organisasi modern. Dengan adanya kesepakatan ini, berarti SH Terate bukan lagi menjadi milik orang perorang, tapi milik anggota.
Karena SH Terate sudah berbentuk organisasi modern, maka organisasi harus bisa mandiri dan memiliki uang kas yang cukup untuk membiayai kegiatannya. Apalagi, tantangan ke depan, bukan semakin kecil tapi semakin besar. Kegiatan yang diprogramkan organisasi juga semakin banyak dan bercakupan luas.
Perihal santunan untuk membantu perekonomian keluarga mendiang Ki Hadjar Hardjo Oetomo, pihaknya bertanggung jawab penuh. Dan janji itu benar benar dilaksanakan. Tak hanya sewaktu Ibu Ki Hadjar masih hidup. Tanggung jawab menghargai jasa pendiri SH Terate itu juga terus dilakukan sepeninggal Ibu Ki Hadjar. Sebut misalnya, membiayai acara kirim doa, baik pada peringatan hari wafatnya Ki Hadjar Hardjo Oetomo maupun Ibu Ki Hadjar.
Alasan yang diajukan Mas Tarmadji, terbukti mampu meyakinkan tokoh SH Terate. Sejak saat itu, uang mahar yang digunakan calon warga baru dalam prosesi pengesahan, diganti dari yang semula berupa uang logam lama yang tidak laku, menjadi uang logam yang berlaku. Uang logam, sebagai uang mahar ini, tidak mutlak harus uang rupiah yang diberlakukan Pemerintah RI. Tapi dibolehkan pula uang logam lain, misalnya Dolar, Ringgit, Real dan lain sebagainya, disesuaikan dengan calon warga yang akan disyahkan. Usulan tersebut, membawa dampak positif bagi perkembangan SH Terate. Bersumber dari uang mahar itu pula, sampai sekarang SH Terate bisa mandiri dan mampu membangun Padepokan Agung SH Terate di Jl. Merak, Nambangan Kidul, Kota Madiun, berikut sarana dan prasarananya. Karena posisinya yang cukup strategis sebagai sumber pemasukan kas organisasi, hingga saat ini SH Terate Pusat Madiun menghimbau kepada cabang agar menyetor uang mahar ke pusat setiap mengesahkan warga baru. Sebab uang mahar adalah uang pitukon siswa yang menimba ilmu di SH Terate. Artinya, uang mahar adalah milik organisasi dan menjadi hak mutlak pusat sebagai pemegang hak paten SH Terate. (Kajian pendalaman tentang Uang Mahar, insya Allah, akan kami tulis dalam buku tersendiri, pen)
Ø  Tahun 1979
digelar Krida Nasional SH Terate Cup I di Madiun. Keluar sebagai Juara Umum dalam even pencak silat antar atlet SH Terate ini, Persaudaraan SH Terate
Cabang Surakarta.
Ø  Tahun 1981
Laga pesilat SH Terate ini kembali digelar di Surakarta. Hasil Krida Nasional SH Terate Cup II yang dibuka Pangdam VII Diponegoro ini, melejitkan atlet SH Terate dari Cabang Ngawi, sebagai Juara Umum.
Pitutur Luhur Pak BADINI : Yen awakmu latihan pencak silat seni SH Terate, kudu titi lan temen. Aja ngeyelan, kareben tumomo lan tumanja. Sakliyane kuwi, kudu mateng anggonmu main jurusan. (Jika kamu ingin berlatih pencak silat seni SH Terate, harus cemat dan sungguh-sungguh, jangan suka membantah. Disamping itu, kamu harus matang menguasai jurus).

C. MASA PERKEMBANGAN (TAHUN 1981 – 2013)
Ø  Tahun 1981
Pada Tahun 1981 digelar Musyawarah Besar (MUBES) SH Terate di Madiun. Hasil Mubes antara lain, mengukuhkan KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adi Nagoro, SE sebagai Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Terate Pusat Madiun dan RM. Imam Koesoepangat sebagai Ketua Dewan Pusat. Pada rangkaian acara Mubes ini digelar Apel Besar Persaudaraan Setia Hati Terate, tepatnya pada tanggal 13 November 1981. Acara ini dihadiri Menteri Muda Pendidikan dan Olahraga yang diwakili Bapak Soenaryo, MSc. Dalam apel besar ini Keluarga Besar SH Terate mengucapkan ikrar bersama: “Kami Keluarga Besar Persaudaraan SH Terate bertekad untuk berperan aktif dalam pembinaan kepribadian generasi muda melalui pencak silat berdasarkan Pencasila dan Undang Undang Dasar 1945.” Pada era ini, kewenangan pada posisi kepemimpinan SH Terate dipilah menjadi dua jalur. Yakni, jalur kewenangan idealisme dan jalur professional. Sesuai dengan kemampuan dan kelebihan yang dimiliki kedua tokoh ini, RM. Imam Koesoepangat diamanati sebagai penanggung jawab pengembangan di bidang idealisme. Bidang idealisme ini menyangkut penajaman ajaran kerokhanian dan peningkatan kualitas budi pekerti luhur pada warga.
Sementara di bidang pengembangan sayap organisasi dan keorganisasian, diserahkan pada H.Tarmadji Boedi Harsono,SE. Sepanjang, dipimpin kedua tokoh pada dua jalur ini, perkembangan SH Terate semakin meluas. Ini bisa dilihat perkembangan SH Terate yang tidak lagi hanya berkutat di Pulau Jawa, tapi merambah ke luar P. Jawa. Pada dekade ini cabang SH Terate yang semula hanya 5 cabang berkembang menjadi 46 cabang.
Ø  Tahun 1982
Persaudaraan SH Terate mendirikan Yayasan SH Terate. Dalam perkembangannya, yayasan SH Terate inilah yang dijadikan saka guru rumah tangga Persaudaraan SH Terate.
Mencari bibit pesilat tangguh yang diharap mampu membawa nama SH Terate di aven Pencak Silat nasional maupun internasional.
Ø  Tahun 1983
kembali digelar Krida Nasional SH Terate Cup III digelar di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. SH Terate Cabang Ngawi kembali keluar sebagai Juara Umum.
Krida Nasional SH Terate Cup juga diformat sebagai puncak apresiasi sekaligus evaluasi pembinaan atlet di masing masing cabang SH Terate. Dari even ini lahir sejumlah pesilat tangguh yang dalam perkembangannya mampu bebicara di even laga pencak silat nasional maupun internasional.
Ø  Tahun 1985
 Persaudaraan SH Terate menggelar Mubes IV di Madiun. Hasil Mubes, mengukuhkan kembali Tarmadji Boedi Harsono, SE sebagai Ketua Umum Persaudaraan SH Terate Pusat Madiun.Sedangkan RM Imam Koesoepangat kembali dikukuhkan sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Pusat. Terkait dengan paket acara Mubes ini, digelar Apel Besar Persaudaraan Setia Hati Terate. Acara ini dihadiri Menteri Pemuda dan Olahraga Bapak Dr. Abdul Gafur. Dalam rangkaian acara tersebut, Menpora melakukan peletakan batu pertama Padepokan SH Terate yang berlokasi di Jl. Merak Nambangan Kidul Kota Madiun, di atas tanah pemberian Pemerintah Kodya Madiun.
Di lahan ini pula Yayasan SH Terate mendirikan lembaga pendidikan formal SMA Kusuma Terate, sebagai ujud kepedulian terhadap pembangunan pendidikan generasi muda dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam perkembangannya, mendekatkan peserta didik di lini persaingan global, didirikan Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Kusuma Terate. Dua lembaga pendidikan formal yanglahir dari Yayasan SH Terate ini telah berhasil menelorkan lulusan yang mampu bersaing di percaturan segmen lapangan kerja era globalisasi.
Ø  Tahun 1985
Ibu kandung RM Imam Koesoepangat (Ibu Ambar Koesensi) meninggal dunia. Saat itu, Mas Imam kelihatan berduka dan mengalami kesedihan sangat mendalam. Beliau bahkan sampai perpamitan pada Mas Tarmadji, ingin menyusul ibunda tercinta. “Saya mau nyusul Ibu, Dik!” kata Mas Imam. Ini adalah untuk kedua kalinya Mas Imam pamit pada Mas Madji. Menurut kesaksian Mas Madji, dulu, saat adik kandung beliau, RM Imam Koeskartono (Mas Gegot), meninggal dunia, tahun 1966. Saat itu beliau juga mengutarakan niatnya menyusul adik tercinta ke alam baka. Niat Mas Imam menyusul Ibunda ke alam kelanggengan juga diutarakan beliau kepada kerabatnya. Bahkan, sudah pamitan ke keluarga. Melihat kemauan beliau, Mas Tarmadji diminta merayu Mas Imam untuk mengurungkan niatnya.
“Saya katakan di depan beliau saat itu, bahwa tenaga dan pikirannya masih sangat dibutuhkan SH Terate, “ ujar Mas Madji.
Mendengar alasan itu, Mas Imam menjawab,” Injih Dik, kulo manut. Nanging ampun dangu dangu. Ampun luwih saking 1000 dinten sedane Ibu,” (Iya Dik, saya manurut. Tapi jangan lebih dari seribu hari kematian Ibu). Apa yang diungkapkan Mas Imam itu ternyata benar.
Ø  Pada Hari Senin, tanggal 16 November 1987
RM Imam Koesoepangat meninggal dunia, pada usia 49 tahun kurang dua hari. Dua hari sebelumnya, tepatnya malam Jumat, Mas Tarmadji bersama istri (Ny. Hj. Ruwi Tarmadji) sowan ke kediaman Mas Imam, di Paviliun Kabupaten Madiun. Malam itu, Mas Tarmadji sempat menengarai kondisi beliau sangat lemah.” Mas Imam sakit ya?” Tanya Mas Tarmadji. Beliau menjawab,” Gak, Dik. Mas Tarmadji bertanya lagi,” Injih, Mas Imam sakit! Jangan jangan Mas Imam mau mendahului saya.”
Mendengar kata-kata itu, Mas Imam tersenyum. “mBoten Dik. Mpun, mangke dinten Senin enjing kemawon Dik Maji kulo timbale mriki.” (Tidak, Dik. Saya Tidak Sakit. Sudahlah, nanti hari Senin pagi saja, Dik Madji saya panggil ke sini). Malam itu, Mas Imam juga sempat berpesan agar Mas Tarmadji tetap setia dan aktif membesarkan SH Terate.
Sepulang dari rumah Mas Imam, Mas Tarmadji mampir ke tempat Pak Marwoto dan berpesan agar saudara saudara SH Terate yang kebetulan ada di situ untuk mampir ke Mas Imam. Mas Madji malam itu menginformasikan kondisi Mas Imam tidak seperti biasanya.
Hari Senin pagi, apa yang dikhawatirkan ternyata benar terjadi. Kondisi Mas Imam drop, hingga harus dilarikan ke rumah sakit. Dan pagi itu juga beliau pergi meninggalkan kita, menghadap Allah, Tuhan Yang Maha Esa. SH Terate sangat kehilangan. Pitutur Luhur RM IMAM KOESOEPANGAT: Sepira gedhening sangsara, yen tinampa among dadi coba. (Seberapa besar kesengsaraan, jika diterima dengan ikhlas hanya berupa cobaan).
Setelah RM Imam Koesoepangat wafat, praktis beban dan tanggung jawab tongkat kepemimpinan SH Terate beralih ke pundak Mas Tarmadji. Ibaratnya, dua tanggung jawab yang semula dipikul dua orang, harus ditanggung sendiri. Berbekal keikhlasan dan keluhuran budi, ternyata Mas Tarmadji mampu mengemban amanat tersebut. Terbukti, berkat kesolidan koordinasi antarjajaran pengurus dan kadang tercinta, SH Terate berhasil melesat ke kancah paradigma baru.
Di tengah kancah persaingan dan pergeseran era globalisasi, SH Terate tetap setia mempertahankan nilai ajaran budi luhur dalam jalinan persaudaraan yang didasari sikap asah, asih, asuh.
Menyelaraskan penataan di sektor keorganisasian, pembinaan atlet SH Terate jugaterus dioptimalkan. Puncak apresiasi prestasi pencak silat di tubuh SH Terate, yakjni Krida Nasional SH Terate Cup kembali digelar di Malang.
Ø  pada tahun 1989
Hasilnya, pesilat tuan rumah (PSHT Cabang Malang) berhasil menggeser dominasi atlet pesilat dari Cabang Ngawi yang selama mampu meraih medali terbanyak. Selain memprioritaskan pengembangan sektor ideal, dia menggebrak lewat program pembangunan sarana dan prasarana fisik. Di tengah tanggung jawab dan kesibukan memimpin sejumlah lembaga sosial kemasyarakatan di luar SH Terate, beliau mampu memperkokoh eksistensi SH Terate. (Catatan singkat perjalanan hidup KRAT H. Tarmadji Boedi HarsonoAdi Nagoro, SE kami paparkan pada Bagian.2. di buku ini pula). Sementara itu di lini kepemimpinan SH Terate, guna mendampingi Mas Tarmadji Boedi Harsono, sebagai ketua umum, SH Terate Pusat Madiun mengangkat Drs. Marwoto (alm) sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Pusat. Keputusan ini merupakan salah satu hasil Mubes PSHT V yang digelar di Madiun
Ø  Tahun 1991
Krida Nasional SH Terate Cup digelar lagi di Jakarta. Even ini dibuka Ketua PB IPSI, Bapak Edy Nalapraya. Di tahun tahun berikutnya, even laga antar pendekar SH Terate ini digelar di Pedepokan Agus SH Terate Pusat Madiun dengan system laga tanpa body protector (tanpa pelindung) atau full body contact. Peraturan laga yang dikembangkan juga sudah diformat menggunakan system pertandingan pencak silat SH Terate.
Ø  Tahun 2000
MUBES VI Persaudaraan SH Terate digelar lagi. Tepatnya tanggal 1 s/d 3 September 2000 di Padepokan SH Terate Pusat Madiun. Mubes sepakat mengangkat kembali Mas H. Tarmadji Boedi Harsono, SE sebagai Ketua Umum dan Drs. Marwoto sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Pusat.
          Sementara itu, mempertimbangkan keterbatasan Mas Tarmadji, demi tetap terjaganya kualitas organisasi, setelah Drs. Marwoto wafat, dibentuk Dewan Pendekar SH Terate. Dewan ini beranggotakan sembilan tokoh SH Terate.Masing-masing, H. Tarmadji Boedi Harsono, SE, Drs. Moedjoko, HW (Ketua I SH Terate Pusat Madiun), Ir. RB. Wijono (Yogjakarta), Ir. Sakti Tamat (Jakarta), Subagyo, SE, (Sekretaris SH Terate Pusat Madiun). Drs. H. Djunaedi (Bendahara SH Terate Pusat Madiun), Drs. M Singgih (Madiun), Drs. H. Isoebiantoro (Madiun), Drs. Gunawan (Tegal). Dewan pendekar ini kemudian lebih dikenal dengan julukan Nawa Pandhita SH Terate. Nawa Pandhita SH Terate dikukuhkan Desember 2009. Kebijakan ini merupakan salah satu hasil rakernas yang digelar 16-17 Oktober 2009 di Padepokan Agung SH Terate Pusat Madiun.
Tugas dan kewenangan Nawa Pandhita SH Terate adalah memformat kebijakan organisasi baik dari sisi profesional, maupun ideal. Sisi profesional menyangkut urusan keorganisasian. Sedangkan sisi ideal menyangkut ajaran kerokhanian atau ke-SH-an.
Putusan lain yang tak kelah pentingnya adalah, Keluarga Besar SH Terate sepakat untuk kembali ke jati diri. Jati diri yang dimaksudkan dalam konteks ini, adalah kembali ke nilai-nilai ajaran budi luhur dan menjunjung tinggi persaudaraan sejati.
Kosepsi persaudaraan sejati ini dijabarkan oleh KRAT. H. Boedi Harsono Adinagoro, SE, adalah persaudaraan luhur, didasari rasa saling sayang menyayangi,
hormat menghormati dan bertanggung jawab. Persaudaraan yang tidak memandang siapa aku dan siapa kamu,tidak dilandasi hegemoni keduniawian, seperti drajat,pangkat dan martabat, juga bukan persaudaraan yang dibatasi suku, ras, agama dan antargolongan.
Persaudaraan SH Terate adalah persaudaraan sejati. Yakni,
persaudaraan murni yang lahir dari lubuk hati sanubari, tanpa dilatarbelakangi oleh apa dan siapa. Persaudaraan yang lahir dari insan yang sama sama merasa senasib sepenanggungan. Persaudaraan yang lahir dari kesadaran bahwa hakikat dirinya tidak berbeda dengan orang lain, yaitu berasal dari Dzat yang sama, Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Referensinya, SH Terate adalah organisasi persaudaraan berlatar belakang budaya pencak silat yang menjunjung tinggi ajaran budi luhur. Melulu mengandalkan sistem demokratisasi dalam memformat kepengurusan dan pengembangan organisasi, diyakini akan menghancurkan nilai nilai persaudaraan di tubuh SH Terate itu sendiri. Pergeseran nilai kesejagadan dan kecenderungan orang untuk perpolitik praktis, tak dipungkiri jadi alasan lain yang cukup urgen. Hanya mengandalkan proses demokrasi dalam memformat suksesi kepengurusan, diyakini akan menjadikan SH Terate terseret arus politik praktis.
Sementara itu, untuk menyelamatkan cabang SH Terate dari imbas pergeseran nilai politik praktis, pengurus pusat mengambil kebijakan, mengangkat ketua cabang dengan masa jabatan yang sewaktu waktu bisa diganti. Dasarnya, cabang adalah kepanjangan tangan dari pusat. Konsekuensi dari kebijakan ini, jika ketua cabang terbukti melakukan kesalahan fatal dan melanggar aturan main yang telah digariskan organisasi, pusat akan mengambil kebijakan melengserkan jabatan itu dan menggantinya dengan warga yang dinilai lebih kapabel.
Data terakhir menyebutkan, Setia Hati Terate, saat buku ini disusun, akhir tahun 2013 telah memiliki 204 cabang yang tersebar di Indonesia serta 67 komisariat Perguruan Tinggi dan 6 (lima) Komisariat Luar Negeri. Itu berarti selama dipegang Tarmadji, perkembangan cabang SH Terate bertambah cukup siginifikan, dari yang semula 46 cabang (di era kepemimpinan duet RM. Imam Koesoepangat dengan KRAT. H Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,
SE), menjadi 204 cabang, atau bertambah sebanyak 158 cabang. Dari jumlah itu cabang yang telah resmi mengantongi SK PSHT Pusat Madiun, sebanyak 195 cabang. Sisanya masih dalam proses pengukuhan.
Melengkapi keberadaan SH Terate, dalam perkembangannya, Yayasan Setia Hati Terate berhasil menelorkan kinarnya monumental berupa lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah Industri Pariwisata Kusuma Terate (SMIP) dengan akreditasi diakui. SMIP Kusuma Terate telah berhasil mencetak siswa-siswinya menjadi tenaga terampil di bidang akomodasi perhotelan. Sekolah kejuruan ini sudah difasilitasi prasarana fisik, berupa gedung sekolah yang berlokasi tepat di belakang Padepokan Agung. Sementara untuk mendukung kesejahteraan anggota, Yayasan Setia Hati Terate juga mendirikan lembaga perekonomian berupa Koperasi Terate Manunggal Nusantara. Ada dua bidang usaha yang digerakkan. Pertama bidang serba usaha. Wujudnya, mendirikan ruko yang berlokasi di Jl. Merak Nambangan Kidul Kota Madiun. Di ruko ini tersedia baju seragam latihan, kaos, sabuk (ban), badge SH Terate, mori, gelas pengesahan dan aneka ragam aksesoris berlebel SH Terate.
Usaha lain yang digeluti adalah koperasi simpan pinjam berbasis syariah. Usaha ini digerakkan dari kantor kas Koperasi Terate Manunggal Nusantara yang berlokasi di Jl. Raya Madiun – Maospati, tepatnya di wilayah Jiwan. Dan satu lagi kantor kas di Ngawi. Koperasi simpan pinjam ini diperuntukkan tidak hanya untuk warga SH Terate, akan tetap untuk masyarakat luas.
Misi yang dikembangkan, membantu masyarakat yang butuh modal usaha. Karya monumental yang jadi kebanggaan warga SH Terate adalah pembangunan Padepokan Agung SH Terate yang berdiri di atas tanah seluas 12.290 M2, di Jl. Merak Nambangan Kidul Kota Madiun, lengkap dengan sarana dan prasarana pendukungnya.
Sebut misalnya, pembangunan sarana dan prasarana untuk peningkatan kualitas atlet SH Terate. Berlokasi di lini terdepan komplek Padepokan Agung SH Terate, dibangun Sasana Krida Wiratama. Bangunan ini diproyeksikan sebagai ajang laga pendekar SH Terate di even pertandingan yang sudah terprogram dalam skala rutinitas.
Di bangunan ini pula digelar even laga pendekar paling bergengsi bertajuk Adu Bebas Profesional memperebutkan Sabuk Emas SH Terate, yang dijadwalkan berlangsung 4 (empat) tahun sekali. Ratusan pendekar (atlet) SH Terate dari seluruh cabang di tanah air turun gelanggang di laga ini. Selain diformat sebagai ajang pencarian bibit atlet profesioanal, even ini juga dijadikan tolok ukur tingkat keberhasilan program pembinaan atlet yang dilakukan cabang-cabang SH Terate. Pembangunan sarana dan prasarana lain yang tidak kalah pentingnya adalah, gedung pasewakan agung berkapasitas 5 (lima) ribu orang, gedung serba guna, gasebu, taman pengenggar ati, kantor sekretariat, ruang pengurus pusat dan masih banyak lagi kelengkapan fasilitas yang tidak bisa disebut satu persatu di forum ini. Melindungi aset dan karya karya monumental dari upaya pemalsuan, SH Teate telah melengkapi eksistensinya dengan Hak Paten yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia. Karya-karya monumental SH Terate berikut aneka ragam aksesoris organisasi yang berlebel SH Terate dipatenkan. Dengan Hak Paten ini, SH Terate berhak mengklaim aneka ragam produk industri yang menggunakan lebel SH Terate.         
SH Terate Pusat Madiun juga telah menelorkan program sosial untuk membantu masyarakat yang ditimpa musibah, baik sakit maupun lelayu. Wujudnya, penyediaan mobil ambulance. Fasilitas ini bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang membutuhkan dan tidak dipungut biaya alias gratis. Dua buah mobil ambulance disiapkan. Satu armada khusus untuk mengangkut warga yang sakit. Satu lagi, mobil jenazah.
Patut disyukuri, SH Terate telah membeli sebidang tanah seluas sekitar satu hektare berlokasi tepat di depan Padepokan Agung. Di atas lahan ini akan didirikan Gedung Diklat SH Terate yang diproyeksikan sebagai media meningkatan kualitas dan uji akurasi gerakan pencak, atau semacam laboratorium pencak silatnya SH Terate.
Ø  Tahun 2013
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat memberi gelar keprabon kepada Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H. Tarmadji Boedi Harsono, SE dengan gelar Kanjeng Raden Arya Tumenggung (KRAT). Anugrah ini diberikan atas kesetiaan beliau melestarikan budaya adiluhung peninggalan leluhur, pencak silat.
Dengan gelar tersebut kini nama lengkap berikut gelar Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, KRAT. H. Tarmadjo Boedi Harsono Adinagoro, SE. Kebijakan paling baru yang diambil pengurus pusat, adalah menekan tingkat keresahan masyarakat akibat ulah nakal oknum warga SH Terate. Dua instruksi dikeluarkan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, KRAT.H. Tarmadji Boedi Harsono Adi Nagoro, SE, terkait masalah keeikutsertaan SH Terate dalam proses Kamtibmas.

Intruksi pertama dikeluarkan tanggal 17 Agustus 2013. Intruksi bernomor 001/SHT/PST/VIII/2013 berisi larangan keras warga SH Terate terlibat dalam bentuk apa pun yang menjadikan masyarakat resah/mengganggu ketertiban umum. Antara lain, perkelahian, perusakan barang milik orang lain serta pengeroyokan (tawuran).
Kedua, warga SH Terate dilarang terlibat urusan minuman keras dan penyalahgunaan narkotika. Ketiga, warga SH Terate dilarang terlibat perjudian dalam bentuk apa pun.
Dalam intruksi ini Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun juga berharap: Pertama, bilamana terjadi perkelahian atau pengeroyokan terhadap warga SH Terate diharap melapor kepada aparat keamanan. Kedua, bila terjadi perusakan barang milik warga SH Terate (rumah, mobil dll) harap disikapi dengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih dan jangan bertindak sendiri sendiri. Laporkan kejadian tersebut ke aparat kepolisian serta ke SH Terate Pusat Madiun. Ketua Umum SH Terate Pusat akan memperbaiki dan mengganti kerusakan itu.
Intruksi ini juga disertai sanksi tegas, bagi warga SH Terate yang melanggar, berupa teguran lisan oleh cabang setempat, teguran tertulis oleh cabang dengan tembusan ke pusat dan skorsing yang dilakukan oleh Pusat, baik skorsing dari paseduluran maupun diberhentikan dari organisasi. Intruksi dan sanksi tegas ini dibelakukan bagi warga SH Terate tanpa pandang bulu.
Sedangkan menyangkut pencintraan SH Terate dan menjaga kesakralan pakaian SH Terate, Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun mengeluarkan Instruksi bernomor 02/SHT/VIII/2013, tertanggal 29 Agustus 2013, tentang Penggunaan Pakaian Seragam Setia Hati Terate.
Isi intruksi, untuk menjaga kesakralan seragam SH Terate, kepada seluruh warga SH Terate dimanapun berada diinstruksikan bahwa penggunaan atau pemakaian baju sacral, pakaian hitam hitam, sabuk mori putih dengan badge SH Terate hanya diperbolehkan pada : (1) Di bulan Suro atau Muharram (1 bulan tiap tahun). (2) Di acara resmi bila undangan tertulis memakai baju sakral yang disampaikan dan ditandatangani pengurus pusat, cabang, dan ranting untuk acara tirakatan.
 (3) Sabuk putih (mori) harus dipakai pada posisinya dan dilarang digunakan untuk ikat kepala.
Masih terkait upaya SH Terate andil di bidang Kamtimbas, Ketua Umum SH Terate KRAT H.Tarmadji Boedi Harsono Adinagoro,SE, telah melontarkan gagasan menjadikan Madiun sebagai KAMPUNG PESILAT.
Secara harfiah, KAMPUNG PESILAT bisa diartikan sebagai tempat hunian terkecil dalam sebuah wilayah desa atau kelurahan di sebuah negara yang berswasana nyaman, aman, tentram dan damai karena di lingkungan tersebut tinggal pendekar pendekar persilatan berjiwa ksatria, religious, berbudi luhur, berbudaya, cinta damai dan rela berkorban demi untuk menjaga keamanan, ketentraman dan kedamaian lingkungannya. Sosok pendekar yang selalu mengedepankan azas kekeluargaan dan gotong royong dalam mengambil keputusan atau atau dalam menyelesaikan persoalan, demi menjaga kerukunan antar sesama.
Gagasan ini telah dikirim dalam bentuk proposal yang ditujukan Kepada Menpora, Kapolri, Kapolda Jatim, Gubernur Jatim dan pejabat pemegang kebijakan terkait dengan masalah ini.



Ø  Go International
Di bawah kepemimpinan KRAT H. Tarmadji Boedi Harsono Adi Nagoro, S.E, Ketua Umum, dibantu Subagyo,SE, sekretaris umum, kepak sayap perkembangan SH Terate melesat pesat tidak hanya di dalam negeri, tapi merambah ke luar negeri. Dengan kiat SH Terate Must Go International, berhasil melambungkan nama SH Terate di kancah percaturan kultur dan peradaban dunia.
Tercatat ada 6 komisariat luar negeri yang berhasil dikukuhkan. Masing-masing, Komisariat SH Terate Bintulu, Serawak, Malaysia, Komisariat Holland/Belanda, Komisariat Timor Loro Sae, Komisariat Hongkong, Komisariat Moskow dan Komisariat SH Terate di Mesir.
Sementara itu, sejumlah atlet SH Terate juga berhasil meraih prestasi di even laga pencak silat dunia.Patut disyukuri, tokoh pendekar SH Terate, ikut andil mewarnai kepengurusan baik di IPSI maupun keperngurusan di Persilat Dunia.
Pitutur Luhur KRAT.H.TARMADJI BOEDI HARSONO ADI NAGORO,SE : Aja seneng gawe ala ing liyan, apa alane gawe seneng ing liyan. (Jangan suka menyengsarakan orang lain, apa susahnya membahagiakan orang lain).






Tidak ada komentar:

Posting Komentar